Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang Jepang di Bima dan reaksi Sultan dan masyarakat Bima terhadap kedatangan Jepang serta dampaknya terhadap masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu sejarah, sehingga tahap penelitian yang dilakukan adalah (1) Heuristik atau pengumpulan data, (2) Kritik (3) Interprtasi dan (4) Historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa Berdasarkan pada pembagian wilayah kontrol pendudukan Jepang di Bima bahwa kawasan Indonesia bagian timur berada di bawah kontrol Armada (Angkatan) Laut yang berpusat di Makassar. Setelah menduduki Sulawesi Selatan pada tanggal 9 Februari 1942, Jepang terus melakukan gerak invasinya ke Nusa Tenggara, antara lain Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Bima di Kepulauan Sumbawa. Armada Laut Jepang dibawah pimpinan Kolonel Saito mendarat di Pelabuhan Bima pada tanggal 17 Juli 1942. Kedatangannya di sambut baik oleh penduduk setempat, sekalipun mereka (masyarakat Bima) di selimuti rasa khawatir atas rencana Asisten Residen Belanda, H.E. Haak untuk kembali berkuasa di Bima, karena itu dengan mudah Jepang menduduki Bima. Dampak keberadaan Jepang di Bima dibidang sosial diantaranya terjadi keresahan sosial dan porak-porandanya tata kehidupan sosial masyarakat. Agama dan adat yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat “terpaksa” harus dilanggar. Sementara dampak dibidang Ekonomi, berupa keterpurukkan Ekomomi, sebab masyarakat tidak lagi mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk mengolah lahan pertaniannya. Penderitaan masyarakat berakhir setelah Jepang kalah dan menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada bulan Agustus 1945. Sejak itu, pemerintahan pendudukan Jepang berakhir di Bima khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kata Kunci: Pendudukan, Japang di BimaAbstractThis study aims to describe the background of Japan in Bima and the reaction of the Sultan and the people of Bima to the arrival of Japan and its impact on society. This study uses a historical science approach, so the stages of research carried out are (1) Heuristics or data collection, (2) Criticism (3) Interpretation and (4) Historiography. The results showed that based on the division of the Japanese occupation control area in Bima that the eastern part of Indonesia was under the control of the Naval Fleet (Force) based in Makassar. After occupying South Sulawesi on February 9, 1942, Japan continued to make its invasion moves to Nusa Tenggara, including Kupang in East Nusa Tenggara (NTT) and Bima in the Sumbawa Islands. The Japanese Sea Fleet under the leadership of Colonel Saito landed at the Port of Bima on July 17, 1942. His arrival was welcomed by local residents, even though they (the Bima people) were shrouded in worry over the plan of the Assistant Resident of the Netherlands, H.E. Haak to return to power in Bima, because it easily Japan occupied Bima. The impact of the existence of Japan in Bima in the social field included social unrest and ruins of the social order of the community. Religion and customs that have been upheld by the community are "forced" to be violated. While the impact on the economy, in the form of deterioration in the economy, is because the community no longer pays full attention to cultivate its agricultural land. The suffering of the people ended after Japan's defeat and surrender unconditionally to the allies in August 1945. Since then, the Japanese occupation government ended in Bima in particular and Indonesia in general. Keywords: Occupation, Japanese in Bima