PENGEMBANGAN USAHATANI TUMPANGSARI WIJEN DAN PALAWIJA PADA KAWASAN HUTAN
<p>Penelitian pengembangan usahatani tumpangsari wijen dan palawija pada kawasan hutan dilaksanakan di KPH Saradan, Madiun mulai bulan Maret sampai Desember 2001. Penelitian dilakukan dengan metode kasus, betujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem usahatani tumpangsari wijen dan palawija di kawasan hutan jati seta meningkatkan pendapatan petani penggarap di lahan Perhutani. Penelitian menggunakan areal hutan jati muda yang baru berumur 3 tahun seluas 10 ha milik Perum Perhutani kcrjasama dengan petani penggarap. Jumlah petani binaan (kooperator) sebanyak 36 orang masing-masing memiliki luas garapan 0.25 - 0.5 ha. Lahan garapan petani dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian ditanami wijen + ubi kayu, sedangkan sisanya ditanami ubi kayu t jagung. Paket tcknologi yang ditawarkan pada petani terdiri atas penggunaan varietas unggul wijen, benih bcrmutu, tanam tepat waktu, penjarangan disisakan 2 tanaman/lubang, pemberian pupuk tepat jenis, dosis dan saat pemberiannya, serta penyiangan dilakukan sesuai keadaan gulma. Parameter yang diamati meliputi jumlah penggunaan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) beseta harganya, penggunaan (cnaga kerja keluarga dan luar keluarga beserta tingkat upah, produksi wijen dan palawija beserta harga jualnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : komponen tcknologi yang diterima dan dilaksanakan oleh petani adalah varietas unggul wijen Sumberrejo-1, benih wijen bcrmutu, waktu tanam wijen, dosis dan cara pemupukan serta penyiangan gulma. Teknologi anjuran yang belum diterima petani adalah pemupukan petama bersamaan tanam dan penjarangan tanaman wijen. Pada tumpangsari wijen + ubi kayu diperoleh rata-rata produksi wijen 657 kg dan ubi kayu basah 3 210 kg per ha. Pada tumpangsari jagung + ubi kayu diperoleh produksi jagung I 220 kg pipilan kering dan ubikayu basah 3 350 kg per ha. Pendapatan usahatani wijen + ubi kayu sebesar Rp 1 124 000 per ha dengan B/C ratio 1.40, sedangkan usahatani ubi kayu + jagung mengalami kerugian Rp 424 000 per ha dengan B/C ratio 0.88.</p><p>Kata kunci: Wijen, Sesamum indicum L., pendapatan petani, usahatani</p><p> </p><p><strong>ABSTRACT </strong></p><p><strong>Development of intercropping sesame and palawija in forest area</strong></p><p>Development research of sesame intercropping was conducted in KPH Saradan forest area, Madiun from March to December 2001. The research used 10 ha of 3 years old hardwood tree forest area. There were 36 farmers involved, each of them had 0.25 - 0.5 ha (o work on. The land was divided in(o 2 pats, one pat was planted with sesame and cassava, while the other pat was planted with cassava and com. The technology offered to the farmer consisted of: the use of superior variety, good seed, on schedule plantation, thinning up to 2 plants/hole, proper fetilizer, proper dose and application, and weeding. Parameters observed consisted of production input (i.e. seeds, fetilizer and pesticide) with the price, use of family worker and outside family worker with the salary rate, sesame and palawija production with their selling prices. The result showed that the technology accepted by the farmer was Sumberrejo 1 superior sesame variety, superior sesame seed, schedule of seed planting, fetilizer dossage and application, and weeding. The recommended technology that was not accepted yet by (he farmers was first fertilizer application at planting time and thinning of sesame. Area of sesame intercropped with cassava produced 657 kg of sesame and 3 210 kg of cassava per ha. Area of cassava intercropped with com produced 3 350 kg of cassava and 1 220 kg of com per ha. There was a profit of Rp 1 124 000 per ha in sesame + cassava intercropping with B/C ratio 1.40, while there was a financial lost of Rp 424 000 every ha in cassava + com intercropping with B/C ratio 0.88.</p><p>Key words : Sesame, Sesamum indicum L„ farmer's income, intercropping</p>