Orasi politik (pidato) merupakan momen bagi seorang kandidat untuk bisa memperlihatkan kualitasnya baik sebagai pribadi (ramah, hangat, optimis, dan lain sebagainya), pemikir (lewat berbagai ide serta inovasi yang ditawarkan), maupun sebagai manager (kecakapan mengelola pemerintahan jika kelak terpilih sebagai presiden). Asumsi yang dibangun dalam penelitian ini adalah tidak maksimalnya pemanfaatan orasi politik (pidato) sebagai saluran komunikasi politik antara sang kandidat dengan konstituennya. Seharusnya, orasi politik bisa menjadi momentum antara kandidat dan pendukungnya untuk menyelesaikan ragam persoalan bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis orasi politik kedua calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan lewat studi literatur. Teknik analisis isi yang digunakan dilakukan terhadap berbagai dokumen, yang meliputi dokumentasi debat kandidat, berita pada portal media online serta orasi politik kedua kandidat pada Pemilihan Presiden 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) orasi politik yang disampaikan oleh Prabowo dan Jokowi cenderung menggeneralisir permasalahan hingga menimbulkan kontroversi; (2) strategi yang digunakan kedua kandidat politik ialah legitimasi dan delegitimasi; (3) kedua kandidat bisa memperlihatkan wajah “positif” dan “negatif” yang menjadi unsur penyeimbang sehingga konflik sosial tak mudah meletup di tengah masyarakat.Kata Kunci: Orasi politik, legitimasi, delegitimasi, Pilpres 2019 ABSTRACTPolitical oration (speech) is a good moment for candidate to be able to show his quality both as a person (friendly, warm, optimistic, etc.), thinker (through various ideas and innovations offered), and as a manager (ability to manage government if one is elected as president). The assumption built in this research is that the use of political speeches (speeches) is not optimal as a channel of political communication between the candidate and his constituents. Supposedly, political speeches can be a momentum between candidates and supporters to solve various national problems. This research aims to analyze the political speeches of the two presidential candidates in the 2019 Presidential Election. This research use desciptive qualitative approach. Data collection was carried out through literature studies. The content analysis technique used was performed on various documents, which included documentation of candidate debate, news on online media portal and political speeches of both candidates in the 2019 Presidential Election. The results showed that (1) political speeches delivered by Prabowo and Jokowi tended to generalize the problem and causing controversy; (2) the strategies used by the two political candidates are legitimacy and delegitimation; (3) both candidates can show a “positive” and “negative” face which is a balancing element so as to reduce social conflict.Keywords: political oration, legitimation, delegitimation, Presidential Election