scholarly journals Sosialisasi Penyusunan Buku Profil dan Pemetaan Komunitas Ekonomi Kreatif di Kabupaten Semarang

2021 ◽  
Vol 12 (4) ◽  
pp. 592-596
Author(s):  
Septa Yudha Ardiansyah ◽  
Eko Anton Rubiantoro
Keyword(s):  

Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep yang menempatkan kreativitas dan pengetahuan sebagai aset utama dalam menggerakkan ekonomi. Salah satu permasalahan yang dihadapi industri ekonomi kreatif adalah partisipasi dan sinergi para pemangku kepentingan secara keseluruhan belum cukup kuat. Kegiatan pemetaan dan penyusunan buku ini dilandasi pentingnya pemetaan sosial (social mapping) yang berlandaskan aspek informasi keruangan (Sistem Informasi Geografis). Metode yang digunakan adalah pendekatan secara partisipatif dan pendekatan secara spasial (pemetaan). Dengan terpetakannya seluruh potensi dalam komunitas ekonomi kreatif, diharapkan dapat saling berkoordinasi dan bekerjasama antar lembaga pemerintah, pelaku usaha dan institusi pendidikan dalam memajukan sektor-sektor ekonomi kreatif daerah secara bersama-sama. Hasil yang dicapai adalah masyarakat dapat mengetahui seluruh sebaran potensi daerah melalui penyusunan buku profil dan peta.

Images ◽  
2014 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 66-90
Author(s):  
Maya Balakirsky Katz

After Stalin consolidated the major animation studios and closed down smaller regional studios to create a single Moscow-based drawn and puppet animation studio in 1934–36, the animation studio Soyuzmultfilm became the largest animation studio in Eastern Europe. In the 1960s, Soviet Jewish animators focused on the theme of social geography and developed individual characters in relationship to social mapping. This essay analyses the enigmatic Cheburashka, the Soviet Mickey Mouse, whose popularity as a Communist ideal led to his starring role as Soyuzmultfilm’s most enduring logo. It is particularly concerned with the development of the ethnically-unidentifiable Cheburashka against the history of the Moscow Zoo and its inter-species exhibitions.


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 170-187
Author(s):  
Nova Yohana

Kampung Gambut Berdikari merupakan salah satu tema besar program CSR PT. Pertamina RU II Sungai Pakning. Ide besar program CSR mengenai Kampung Gambut Berdikari sendiri berawal karena masalah serius yang dulu kerap dialami oleh provinsi Riau, yakni kebakaran lahan dan hutan salah satunya di Kecamatan Sungai Pakning yang menyebakan kerugian ekonomi juga masalah kesehatan masyarakat. Melalui program Kampung Gambut Berdikari, perusahaan berupaya merestorasi lingkungan sekaligus memberdayakan masyarakatnya secara berkelanjutan terutama pada lahan gambut di wilayah  Riau yang rentan terbakar. Tujuan  penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen komunikasi PT Pertamina RU II Sungai Pakning dalam program CSR “Kampung Gambut Berdikari” di wilayah operasi perusahaan  yang meliputi proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing) dan pelaksanaan (actuating), pengawasan (monitoring) dan dan evaluasi (evaluation) dan ingin mengetahui respon atau tanggapan dari pengelola dan masyarakat  yang memperoleh manfaat dari program CSR  tersebut. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penentuan informan dilakukan secara purposif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan, tahap perencanaan komunikasi, utuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi dilapangan, maka dilakukannya proses social mapping dan penyusunan rencana kerja hingga rencana strategis dan menghasilkan output yaitu program Kampung Gambut Berdikari. Tahap pengorganisasian dan pelaksanaan program, yang berperan sebagai komunikator yaitu Bidang CSR tepatnya CDO (Community Development Officer). Pesan program berisi hasil analisis dan keluaran kebijakan perusahaan kepada berbagai komunikan dibagian yang berbeda-beda. Komunikan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu masyarakat sasaran yang sesuai dengan kriteria penerima yang telah ditetapkan. Pesan yang disampaikan oleh CDO disalurkan melalui media formal dalam proses monitoring dan evaluasi, juga memanfaatkan media sosial insragram, koran, portal berita serta laporan kinerja tahunan. Monitoring dan evaluasi, komunikasi terbagi kedalam dua jenis yaitu, monev internal dan monev eksternal. Monev internal dilakukan pada saat program berjalan (ongoing review, dan dilakukan per tiga bulan. Sedangkan monev eksternal dilakukan saat program telah melalui setahun berjalan (end review). Manajemen Komunikasi, Prrogram CSR,  Kampung Gambut Berdikari, Pemberdayaan Masyarakat


Author(s):  
Konstantinos Charalampous ◽  
Ioannis Kostavelis ◽  
Antonios Gasteratos

2020 ◽  
pp. 146801732095435 ◽  
Author(s):  
Karen R Fisher ◽  
Sally Robinson ◽  
Kate Neale ◽  
Anne Graham ◽  
Kelley Johnson ◽  
...  

Summary This article uses Ikäheimo’s concept of institutionally mediated recognition to explore how organisational norms and rules facilitate and constrain interpersonal recognition between a young person with disabilities and their paid support worker. The experience of recognition is important because it reflects the quality of this relationship and shapes the identity of both people in the paid support relationship. To understand the relationships between the pairs, Honneth’s interpersonal modes of recognition were applied as the theoretical lens. The data were generated from photovoice, social mapping, interviews and workshops with 42 pairs of young people and their support workers in six organisations. These data were then analysed for the ways institutional practices mediated the interpersonal relationships. Findings The findings revealed four practices in which the organisational context mediated interpersonal recognition: the support sites, application of organisation policies, practices to manage staff and practices to organise young people’s support. Some organisational practices facilitated recognition within the relationships, whereas others were viewed by the pair or managers as constraints on conditions for recognition. Some young people and support workers also exercised initiative or resisted the organisational constraints in the way they conducted their relationship. Applications The findings imply that to promote quality relationships, organisations must create the practice conditions for recognition, respond to misrecognition, and encourage practices that make room for initiative and change within the paid relationship. This requires supervision and training for and by support workers and people with disability.


2000 ◽  
Vol 24 (6) ◽  
pp. 801-805 ◽  
Author(s):  
L Lissner ◽  
S-E Johansson ◽  
J Qvist ◽  
S Rössner ◽  
A Wolk

Author(s):  
François Bry ◽  
Fabian Kneissl ◽  
Thomas Krefeld ◽  
Stephan Lücke ◽  
Christoph Wieser

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document