scholarly journals Habit-associated salivary pH changes in oral submucous fibrosis-A controlled cross-sectional study

2015 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 175 ◽  
Author(s):  
Mandana Donoghue ◽  
PraveenS Basandi ◽  
H Adarsh ◽  
GS Madhushankari ◽  
M Selvamani ◽  
...  
2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 78
Author(s):  
RohitKumar Sahu ◽  
Sangram Patro ◽  
Bikash Nayak ◽  
Debajyoti Bardhan ◽  
Swagat Panda ◽  
...  

e-GIGI ◽  
2013 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Dame R. Marbun

Kebiasaan menyirih telah dilakukan sejak dahulu kala di Indonesia, khususnya pada suku Papua. Banyak anggapan masyarakat bahwa menyirih dapat menguatkan gigi geligi dan menghambat terjadinya karies, namun dibalik dampak positif dari menyirih ini, ada juga dampak negatifnya berupa timbulnya lesi pada mukosa yang melapisi rongga mulut.Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran kebiasaan menyirih pada mahasiswa Papua di Kota Manado, mencakup: tujuan menyirih, bahan campuran menyirih, lamanya kebiasaan menyirih, frekuensi menyirih, dan faktor pendorong kebiasaan menyirih serta untuk mengetahui gambaran lesi mukosa mulut pada mahasiswa Papua di Kota Manado.Jenis penelitian ini yaitu penelitian desktiptif dengan pendekatan cross-sectional study. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah total sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Dari 30 subjek yang diperiksa, sebagian besar merupakan wanita, usia 17-27 tahun. Lamanya menyirih terbanyak 6-10 tahun, dengan frekuensi terbanyak 1-3 kali sehari, bahan campuran menyirih yang paling banyak digunakan ialah campuran sirih, pinang dan kapur. Faktor pendorong utama menyirih yakni karena keinginan sendiri, dimana tujuan menyirih terbanyak yakni agar gigi menjadi kuat dan sehat. Dari 30 subjek ada 29 orang (96,66%) memiliki lesi dalam rongga mulutnya. Lesi yang diduga sebagai Oral Submucous Fibrosis yakni sebanyak 90% dan lesi yang diduga sebagai Betel Chewers Mucosa sebanyak 6,66%.Kata kunci: Kebiasaan menyirih, lesi mukosa mulut, Oral Submucous Fibrosis, Betel Chewer’s MucosaABSTRACTBetel chewing as a habit has been done since a long time ago in Indonesia, especially in Papua. There are some public perceptions that betel chewing can strengthen teeth and prevent caries. But, behind the positive effect of betel chewing, there are negative effects too, such as the onset of lesions in the oral mucosa.The purpose of this research is to get an overview of betel chewing habit on Papuan students in Manado, including the purpose of betel chewing, the complete material of betel chewing, duration of betel chewing, frequency of betel chewing, the driving factor of betel chewing, and to get an overview on oral mucosal lesions on Papuan students in Manado.The type of this research is descriptive research with a cross - sectional study. The sampling technique is total sampling with a sample size of 30 people. The 30 examined subjects, mostly women with age ranging from 17-27 years. The most length of chewing from 6-10 years, with the highest frequency of chewing 1-3 times a day, the average mixture of betel commonly used is betel, areca nut and slaked lime. The major driving factor in betel chewing is their own desire and the most common purpose is to get a strong and healthy teeth. 29 of 30 subjects (96,66%) have lesions in the oral cavity. In 90% of the sample, expected as Oral Submucous Fibrosis and in 6,66% expected as Betel Chewer’s Mucosa.Keyword: Betel chewing habit, oral mucosal lesions, Oral Submucous Fibrosis, Betel Chewer’s Mucosa


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document