Dialog
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

203
(FIVE YEARS 74)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI

2715-6230, 0126-396x

Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 178-189
Author(s):  
Krisharyanto Umbu Deta

This has been prevalent that the discourse of interreligious dialogue has been overwhelmingly dominated by the elites in the formal spheres. It even seems to be the only standard to examine the issues of interreligious relations, without taking into account the diverse modes of everyday engagements among the people. This then raises the recognition that there is actually no single pattern for interreligious engagement since it would be always contextual according to its distinctive context. It therefore implies the need to learn more from the localities to develop more contextual interreligious engagement. In this regard, this work will examine the interreligious engagement of Christianity and Marapu indigenous religion in Sumba. The data used in this work are based on the field research conducted in 2019 in Southwest Sumba. Observation and in depth interview with a number of Sumbanese Christians and Marapu are also conducted. The research finds that manawara (the teaching of love; compassion) as the potential basis for developing social engagement. The term manawara is used by Marapu people in their teaching, but since the term is a Sumbanese language, the Sumbanese Christians also translate their prominent teaching of love with that term. Manawara is then both scriptural-based for Christians, and oral-based for Marapu people. Using Lattu’s oral-based interreligious engagement and Knitter’s socially engaged dialogue as the theoretical frameworks, this work argues that manawara as a shared virtue is very potential to be developed, in realizing common liberation of the Sumbanese through mutual action. Keywords: interreligious engagement, manawara, orality, sumbanese christian, marapu indigenous rel   Wacana dialog antaragama selama ini telah didominasi sedemikian rupa oleh para elit dalam ruang-ruang formal. Hal itu bahkan menjadi seolah satu-satunya ukuran untuk membahas isu-isu hubungan antaragama, tanpa memperhitungkan keberagaman bentuk keterlibatan sehari-hari yang dihidupi secara nyata oleh orang-orang beragama yang merupakan subjek utama dalam topik tersebut. Dari sinilah kemudian muncul kesadaran bahwa sebenarnya tidak ada satu pola tertentu untuk keterlibatan antaragama karena ia akan selalu tergantung pada konteksnya yang unik. Hal ini menunjukkan bahwa penting untuk lebih banyak belajar dari lokalitas-lokalitas yang ada demi mengembangkan keterlibatan antaragama yang lebih kontekstual. Untuk itu, tulisan ini akan membahas keterlibatan antaragama Kristen dan Marapu di Sumba. Data yang digunakan dalam studi ini diperoleh dari sebuah penelitian lapangan pada tahun 2019 di Sumba Barat Daya yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan sejumlah orang Sumba Kristen dan Marapu. Penelitian tersebut menemukan manawara (ajaran tentang kasih) sebagai basis potensial untuk mengembangkan keterlibatan yang ada. Istilah manawara digunakan oleh orang Marapu dalam ajaran mereka, namun karena istilah tersebut adalah sebuah kata dalam Bahasa Sumba, orang Sumba Kristen juga menerjemahkan ajaran kasih mereka dengan istilah manawara tersebut. Dengan demikian, manawara menjadi suatu ajaran yang basisnya skriptural, bagi orang Kristen, dan oral, bagi orang Marapu. Dengan menggunakan keterlibatan antaragama berbasis oral dari Lattu dan socially engaged dialogue dari Knitter sebagai kerangka teori, studi ini berargumen bahwa manawara sebagai sebuah kebajikan bersama sangatlah potensial untuk dikembangkan, dalam merealisasikan pembebasan bersama orang Sumba melalui aksi bersama. Kata Kunci: keterlibatan antaragama, manawara, kelisanan, orang Kristen Sumba, agama Marapu


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 152-165
Author(s):  
Sisilia Ayu Sulistyani

Humans have the ability to immerse into different levels of society. Due to the importance of tolerance values ​​in this life, character education embodying tolerance values ​​should be taught as early as possible. Home is the first school for children to understand tolerance values. However, how to teach the values ​​of tolerance certainly requires an in-depth study. Related to this, there is an educational model that develops tolerance values, namely the unschooling education model. This is a type of the homeschooling education where children are facilitated according to their learning needs at home. Parents and adults who live with the children play as facilitators of learning, for the children do not receive education like that of formal schools. Triangulation methods are used, namely comparing sources and theories, checking the data obtained from the fieldwork, namely secondary data collection and interviews. The results of the study show that children start to learn since they were born. The adults around the children need to continue learning because children are not only the recipients of knowledge. Therefore, unschooling education model is perceived of instrumental in the internalization of tolerance values ​​in children from the early age. Keywords: character education, tolerance values, unschooling education model   Manusia sebagai makhluk sosial tentunya harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi di berbagai lapisan masyarakat. Berbekal internalisasi nilai-nilai toleransi dalam diri setiap insan, pendidikan karakter terkait dengan nilai-nilai toleransi sebaiknya diajarkan sedini mungkin. Rumah sebagai sekolah dan madrasah pertama bagi anak merupakan sarana dan katalisator pengembangan nilai-nilai toleransi. Akan tetapi, bagaimana cara untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi tersebut tentunya memerlukan sebuah kajian mendalam. Terkait dengan hal tersebut terdapat sebuah model pendidikan yang dapat diterapkan sebagai upaya pengembangan nilai-nilai toleransi yaitu model pendidikan unschooling. Model pendidikan unschooling sebagai variasi dari model pendidikan homeschooling, dimana anak difasilitasi sesuai dengan kebutuhan belajarnya di rumah dan orang tua atau orang dewasa yang tinggal bersama anak, merekalah fasilitator anak dalam belajar serta anak tidak mengenyam pendidikan seperti sistem pembelajaran di sekolah formal. Kajian dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif melalui penggunaan metode triangulasi, yaitu membandingkan sumber dan teori, melakukan pengecekan data-data yang diperoleh dari dua teknik pengumpulan data yaitu pengumpulan data sekunder dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak dini di lingkungan pertama anak terlahir adalah garis awal kita sebagai fitrah dari Allah Swt untuk belajar. Orang dewasa di sekitar anak sebagai pembimbing pertama bagi anak perlu untuk terus belajar, karena tidak hanya anak sebagai penerima ilmu. Oleh sebab itu, implementasi model pendidikan unschooling efektif dan efisien dalam menjembatani internalisasi nilai-nilai toleransi pada anak sejak dini. Kata Kunci: pendidikan karakter, nilai-nilai toleransi, model pendidikan unschooling


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 139-151
Author(s):  
Muhammad Alwi HS ◽  
Iin Parninsih ◽  
M. Riyan Hidayat

This article discusses the roles of kiai muda in offering the model of typical As'adiyah Islamic Boarding School and disseminating Islam to the Eastern part of Indonesia. Kiai muda are the descendants of ulama graduating from Ma'had Aly at Pesantren As'adiyah. The study aims to answer some fundamental  queations as to what As'adiyah Islamic model and the process of Islamization conducted by kiai muda from As'adiyah. The results show that As'adiyah grounds itself on Ahlu Sunna wal Jama'ah school of thoughts that is brought by Imam Nawawi and other the proponents of Shafi'I school of thought. The orientation of Ahlu Sunna wal Jama'ah and the typical Shafi'i mazhab are well maintained and practiced both in the pesantren and the surrounding community. The teachings of this school of thought are well received by the people of Eastern part of Indonesia. Hence, by all means, this has highly influenced the practices of dakwah delivered by kiai muda.  Keywords: As'adiyah, kiai muda, dakwah, Islam, Islamization   Artikel ini membahas peran kiai muda dalam menerapkan model Isam khas As’adiyah beserta menyebarkannya kepada masyarakat di Indonesia Timur. Di sini, kiai muda adalah mereka yang ditetapkan sebagai kiai melalui kaderisasi ulama pada jenjang Ma’had Aly di Pesantren As’adiyah. Rumusan masalah artikel ini adalah bagaimana model penerapan Islam As’adiyah? Bagaimana model Islamisasi oleh para kiai muda dari As’adiyah? Artikel ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan metode deskripsi-analitis terhadap data-data yang terkait tema kajian. Adapun hasil temuan artikel ini menyatakan bahwa As’adiyah memiliki paham Ahlu Sunna wal Jama’ah yang mengacu pada pandangan Imam Nawawi, dan bermazhab Syafi’i. Paham dan mazhab tersebut dijaga, dipelajari, diamalkan dan disebarkan, baik dalam lingkungan pesantren maupun ketika berdakwah kepada masyarakat. Penyebaran paham dan mazhab ini diterima dengan baik oleh masyarakat, yang terlihat berdasarkan bertahan dan berkembangnya penerimaan masyarakat atas dakwah-dakwah yang disampaikan oleh kiai muda Pesantren As’adiyah. Karena itu, dalam rangka menjaga dan menyebarkan model penerapan Islam yang Ahlu Sunna wal Jama’ah dan bermazhab Syafi’i di Indonesia Timur, maka gerakan dakwah kiai muda perlu didukung dan dikembangkan. Kata Kunci: As’adiyah, kiai muda, dakwah, Islam, Islamisasi


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 216-229
Author(s):  
Muhammad Muhajir ◽  
Muhammad Fadli Kamil

This paper explicates the views of Shia leaders in Rausyan Fikr Foundation Yogyakarta on mut'ah marriage. There have been various views related to mut'ah marriage law by Rausyan Fikr leaders. On one side, Shi’ite school of thought is hitherto the only proponent to the mut'ah marriage. This research is descriptive-analytic study using normative approaches by examining the views of Yogyakarta Shi’ite leaders in justifying the marriage using Islamic law including the Qur'an, Hadith, and Fiqh principles or ushuliyyah. The study finds that there are three opinions among Shi’ite leaders in Yogyakarta; 1) Some leaders strictly prohibit due to the differences in places and conditions between Indonesia and Iran, 2)Some of them allow it with the condition that marriage must be conducted with fellow Shi’ite, 3) Some believe it is allowed according the Ja'fari school of thought without considering conditions and places. Despite the differences of views among Yogyakarta Shia leaders, these differences can be compromised by seeing that mut'ah marriage is unacceptable under normal circumstances, but in an emergency situation, it can certainly be justifiable by considering its maslahat (benefit) or mudarat (danger). Keywords: mut'ah marriage, Islamic law, Yogyakarta Shia leaders   Tulisan ini membahas tentang nikah mut’ah dan penerapannya dalam pandangan tokoh Syiah di Yayasan Rausyan Fikr Yogyakarta. Diketahui bahwa terjadi perbedaan pandangan terkait hukum nikah mut’ah oleh para tokoh Rausyan Fikr. Di sisi lain, kita ketahui bahwa mazhab Syiah adalah satu-satunya mazhab yang konsisten dengan argumentasi bahwa nikah mut’ah tetap berlaku hingga akhir zaman. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) bersifat deskriptif-analitik dengan menggunakan pendekatan normatif dengan mengkaji pandangan para tokoh Syiah Yogyakarta menggunakan hukum Islam secara mayoritas meliputi al-Qur’an, Hadis dan kaidah-kaidah fiqhiyyah ataupun ushuliyyah. Hasil penelitian ini adalah terdapat tiga pendapat dari tokoh Syiah di Yogyakarta; yaitu 1) melarang secara mutlak dengan alasan perbedaan tempat dan kondisi antara Indonesia dan Iran, 2) membolehkan dengan syarat pernikahan harus dilakukan dengan sesama penganut Syiah, 3) membolehkan secara mutlak berlandasan pada fikih mazhab Syiah Ja’fari tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi dan tempat. Terlepas perbedaan pandangan di kalangan tokoh Syiah Yogyakarta, perbedaan tersebut dapat dikompromikan dengan melihat bahwa nikah mut'ah tidak dapat diterima dalam keadaan normal, namun dalam keadaan darurat tentu dapat dipertimbangkan dan dilihat mana lebih besar maslahat dan mudaratnya. Kata Kunci: nikah mut’ah, hukum Islam, tokoh Syiah Yogyakarta


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 204-215
Author(s):  
Gazi Saloom

This article aims at understanding “hijrah and Atonement” from the perspectives of psychology in particular psychology of religion. This article focuses to investigate the phenomena of young people who conduct hijrah and the process of their hijrah?  This article is part of the qualitative studies on religious conversion among young generations including those are among Indonesian celebrities. Data and information are gathered from various online news and social media particularly from YouTube as the main source. Two main figures of Indonesian celebrities are chosen to be subjects of the study by using their life stories and statements about religious conversion in various online news and social media, and then those of stories and statements are analyzed with thematic analysis technique. This paper finds that the choice of religious conversion takes place through a long psychological and social process. Starting from a psychological crisis in a personal and interpersonal context and ending with a strong commitment and acceptance facing the consequences of their decision.  The pivotal conclusion of this study addresses that hijrah is a long process of seeking God and constructing meaningfulness. Keywords: emigration, psychology, conversion, millennial   Tulisan ini bertujuan untuk memahami fenomena hijrah dari sudut pandang ilmu psikologi, terutama mencaritahu mengapa anak muda pesohor Indonesia tertarik untuk berhijrah dan bagaimana proses mereka berhijrah? Tulisan ini adalah hasil studi kualitatif tentang konversi agama di kalangan generasi milineal terutama di kalangan pesohor Indonesia. Data dikumpulkan dari berbagai berita online dan media sosial terutama Youtube sebagai sumber informasi. 2 tokoh pesohor Indonesia papan atas dipilih sebagai subyek studi dengan mengkaji pengalaman hidup dan pernyataannya terkait konversi agama di pemberitaan online dan media sosial lalu dianalisis dengan teknik analisis tematik.. Studi ini menemukan bahwa pilihan melakukan konversi keagamaan berlangsung melalui proses psikologis dan sosial yang panjang. Dimulai dari krisis psikologis dalam konteks personal dan interpersonal dan berakhir dengan komitmen yang kuat dan penerimaan konsekuensi dari keputusan berhijrah. Kesimpulan penting dari penelitian ini adalah bahwa hijrah merupakan perjanalan spiritual yang panjang dalam mencari Tuhan dan Kebermaknaan dengan segala cobaan dan tantangan yang mengikutinya.  Kata Kunci: hijrah, psikologi, konversi, milineal 


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 166-177
Author(s):  
Muhammad Kashai Ramdhani Pelupessy

Understanding Nusantara character is important to overcome negative behaviors that often occur in the hearts of community. This study attempts to explore how Nusantara character is able to overcome negative behaviors. This study is literature in nature using several Indonesian journals of psychology. The results of this study indicate that the characters are developed from subjective happiness, motivation of achievement, and tolerance. These three characters have potentials to overcome negative behaviors.  The author suggests that Indonesian researchers in psychology need to meticulously investigate cultural values in certain communities and the construction of Nusantara characters.  Keywords: personality archipelago, negative behavior   Menelurusi karakteristik kepribadian nusantara ini penting dilakukan untuk mengatasi perilaku negatif yang kerap muncul di tengah-tengah masyarakat. Tujuan penelitian ini berusaha menunjukkan karakteristik kepribadian nusantara, sekaligus menjadi solusi alternatif mengatasi perilaku negatif. Penelusuran ini menggunakan studi literatur, diambil dari jurnal-jurnal psikologi Indonesia. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa salah-satu karakteristik kepribadian nusantara ialah kebahagiaan subjektif, motivasi berprestasi, dan toleransi. Karakteristik ini dapat menjadi solusi alternatif mengatasi perilaku negatif. Jadi, kesimpulannya ialah karakteristik kepribadian nusantara meliputi kebahagiaan, motivasi, dan toleransi, yang hal ini dapat berkontribusi mengatasi perilaku negatif. Meskipun demikian, penelusuran ini memiliki keterbatasan yakni masih minimnya sumber-sumber penelitian psikologi nusantara, ke depan para peneliti psikologi Indonesia perlu menggali nilai-nilai budaya dalam masyarakat tertentu dan mengkonstruknya menjadi kepribadian nusantara.  Kata Kunci: kepribadian nusantara, perilaku negatif


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 129-138
Author(s):  
Lukman Fajariyah ◽  
Mohammad Dzulkifli

This study aims to describe how Pancasila values are implanted ​​in the tahlilan tradition in Kampung Sapen Yogyakarta. This study employs a qualitative descriptive method using interviews with several figures in Kampung Sapen. The study finds that the tahlilan tradition among Sapen community enables to instill Pancasila values, including: 1) theological awareness of the existence of God Who Creates and Destroys;  this is the practice of Divine values/the first pillar; 2) the expression of sympathy for the bereaved family, and a congregational prayer for the deceased; this is the practice of the second pillar; 3) the gatherings  that reflect a sense of brotherhood and unity/the third pillar; 4) a full obedience to the leader of tahlil can be seen as the practice of the fourth pillar; 5) Equality of seats, food and duties shows the practice of justice within the community. Tahlilan in Kampung Sapen has been practiced since the 1950s. For the people of Sapen, tahlilan plays as a hub of friendship and da'wah. Keywords: Pancasila values, tahlilan, Sapen     Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi nilai-nilai Pancasila dalam tradisi tahlilan di Kampung Sapen Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara terhadap beberapa tokoh dari penduduk Sapen yang representatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam tradisi tahlilan terdapat pengamalan nilai-nilai Pancasila yang selama ini dipraktikkan oleh masyarakat, yaitu: 1) kesadaran teologi akan adanya Tuhan yang Maha Menciptakan dan Mematikan manusia dan seluruh makhluk-makhluknya, ini adalah pengamalan dari nilai ketuhanan; 2) adanya simpati pada keluarga yang berduka, dan doa bersama untuk meminta kebaikan untuk sang almarhum, adalah pengamalan sila kedua; 3) berkumpulnya semua lapisan masyarakat dalam suatu majlis menunjukkan sikap persaudaraan dan persatuan yang kokoh; 4) kepatuhan dan ketundukan pada sang pemimpin tahlil meruPakan pengamalan dari sila keempat; 5) persamaan tempat duduk, makanan dan tugas menunjukkan keadilan yang nyata di tengah-tengah masyarakat. Tahlilan di Kampung Sapen telah ada sejak tahun 1950-an. Tahlilan bagi masyarakat Sapen berfungsi sebagai wadah silaturrahmi dan dakwah. Fenomena tradisi tahlilan di kampung Sapen membantah anggapan yang mengatakan bahwa warga Muhammadiyah tidak melaksanakan tahlilan. Kata Kunci: nilai-nilai Pancasila, tahlilan, Sapen


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 245-264
Author(s):  
Ahmad Zainuri

This study aims to explore social relations in  Sidorejo Village, Umbulsari District, Jember Regency. Central to this study is the relations and efforts to maintain harmony between Muslims and Christians in Sidorejo Village. The methodology in this study is qualitative methods using historical, religious and social approaches in-depth interview techniques and literature review analysis. The results of this study indicate that social solidarity among the people of Sidorejo in building social relations is very harmonious through several religious and social activities carried out together. Religious leaders and community leaders also participate in building harmony between Muslims and Christians in Sidorejo Village. In conclusion, the Sidorejo people enable to construct harmony and tackle social conflict through mediation before the conflict arises on the surface. Social relations are the key for the people of Sidorejo to build social-based religious harmony, because the goal of building harmony is not theological but how social relations are developed. Some social activities carried out to build communality including building houses of worship. It is more important that the role of religious leaders becomes a central force in ensuring unity and harmony. Keywords: relationship, harmony, Islam, Christian   Penelitian ini bertujuan untuk menggali sebuah relasi sosial dalam masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember. Titik fokus permasalahan yang ingin disampaikan dalam penelitian ini ialah bagaimana relasi dan upaya merawat keharmonisan antara Muslim dan Kristiani di Desa Sidorejo tersebut. Adapun metodologi dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah, agama dan sosial secara mendalam dengan teknik wawancara dan analisa kajian pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Sidorejo dalam membangun relasi sosial, solidaritas sosial sangat rukun dan harmonis, terbukti dengan adanya beberapa kegiatan agama, sosial dilakukan secara bersama-sama. Tiada lain tiada bukan, peran tokoh agama, tokoh masyatakat juga ikutserta dalam membangun kerukunan antara Muslim dan Kristiani di Desa Sidorejo. Kesimpulannya bahwa hubungan kehidupan masyarakat Sidorejo begitu rukun dan harmonis, resolusi konflik selalu di munculkan sebagai mediasi sebelum konflik itu timbul di permukaan. Relasi sosial menjadi kunci bagi masyarakat Sidorejo untuk membagun kerukunan agama berbasis sosial, karena tujuan membangun keharmonisan bukan dari teologisnya melainkan bagaimana hubungan sosialnya, dan ini terbukti banyak kegiatan sosial yang dilakukan untuk membangun kebersamaan, terutama membangun rumah ibadah. Terpenting lagi bahwa peran tokoh agama menjadi kekuatan sentral dalam menyatukan dan merawat kebersamaan dalam perbedaan demi mewujudkan Sidorejo yang rukun, tentram dan harmonis. Kata Kunci: relasi, harmonis, Islam, Kristen


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 190-203
Author(s):  
Dharma Setyawan ◽  
Dwi Nugroho

Salafi Islamic community has been negatively constructed as puritan, extreme, and exclusive group separated itself from the social space. This justification precludes possibility that Salafi groups can synergize with surrounding socio-religious conditions. This article reveals the socio-religious life among Salafi community of Ma’had Ittiba’us Salaf in Purwoasri Village, Metro City to maintain the Islamic Salafi concept and expanding network of its followers. The research methodology is qualitative using observation, interviews, and documentation studies to expose the Salafi movement. This study shows that the presence of Salafi in Purwosari can build good relations with other religious communities, both Muslims and non-Muslims (Chrisrtian). The synergy between Salafi Muslims and Christians in building a strong social construction in maintaining the peace values is facilitated by the FPKM organization. This study concludes that Salafi da’wah is not entirely around the radical activities and leads to violence. Salafis in Metro City use a lot of social networks, technology facilities, and local organizations to preach, be economically, and socially. Keywords: salafi, socio-religious construction, religious relation, tolerance   Pandangan masyarakat tentang komunitas Islam Salafi telah terkonstruksi negatif sebagai kelompok puritan, ekstrim, dan ekslusif yang memisahkan dari lingkungan sosial. Justifikasi tersebut menutup kemungkinan Salafi dapat bersinergi dengan keberagaman sosial-keagamaan sekitarnya. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap realitas kehidupan sosial-keagamaan komunitas Salafi Ma’had Ittiba’us Salaf di Kelurahan Purwoasri Kota Metro dalam mempertahankan konsep Islam Salafi dan memperluas jaringan pengikutnya. Metodologi penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan data observasi, interview, dan studi dokumentasi untuk menjelaskan gerakan Salafi. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Salafi di Purwoasri mampu membangun hubungan baik dengan komunitas kegamaan lainnya, baik Muslim maupun non-Muslim (Kristen). Sinergisitas antara Salafi dan Kristen dalam membangun konstruksi sosial yang kuat dalam menjaga nilai-nilai perdamaian difasilitasi dengan adanya Paguyuban FPKM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata dakwah Salafi tidak secara keseluruhan terkonsentrasi dengan aktivitas radikal dan mengarah kepada kekerasan. Salafi di Kota Metro banyak menggunakan jaringan sosial, fasilitas teknologi, dan bergabung dalam Paguyuban untuk berdakwah, berekonomi, dan bersosial. Artikel ini masih terbatas pada skala penelitian di kota Metro, sehingga masih sangat mungkin untuk dilengkapi oleh kajian pada tempat lain dengan skala dan pendekatan yang berbeda. Kata Kunci: salafi, konstruksi sosial-kegamaan, relasi keagamaan, toleransi


Dialog ◽  
2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 230-244
Author(s):  
Muhammad War'i

This paper discusses the implementation of MUI’s fatwa on worship during Covid-19 pandemic. Social facts show that the implementation of the fatwa has given rise to various socio-religious conflicts in Lombok island. Through a qualitative approach, the paper concludes: First, the people of Lombok Muslim community disapprove the fatwa. Second, there is a conceptual difference between the government as the beholder of the MUI’s fatwa and the community's religious traditions that have been maintained for a long time. Third, the model of fiqh law reasoning used by the government in general is a textual (normative) model that is contrary to society's use of historical meaning. Therefore, a dialogical process is needed for a solution to social problems that occur as a result of the implementation of the ulama’s fatwa which is used as government policy so that it does not appear to be coercive by involving elements of ulama, goverment, and society. The dialog conectivity of these three elements in negotiating their understandings of fiqh to place the intent and purpose of a legal product (fatwa) will encourage the realization of inclusive fiqh reasoning. Keywords: fiqh reason, MUI’s fatwa, mosque closing   Tulisan ini mengkaji secara fenomenologis implementasi fatwa MUI tentang ibadah di tengah pandemi wabah Covid-19. Fakta sosial menunjukkan bahwa implementasi fatwa tersebut telah melahirkan berbagai konflik sosial keagamaan di Pulau Lombok. Melalui pendekatan kualitatif tulisan berkesimpulan: Pertama, Respon masyarakat muslim Lombok sebagai demografi dengan banyaknya masjid adalah adanya ketidakmenerimaan baik secara psikologis, sosial, dan kultural. Kedua, Terjadi pertentangan konseptual antara pemerintah selaku pemegang fatwa MUI dengan konsep tradisi keagamaan masyarakat yang telah lama ada dan menjadi pedoman mereka. Ketiga, model penalaran hukum fikih yang digunakan pemerintah secara umum adalah model pemaknaan tekstual (normatif) bertentangan dengan masyarakat yang menggunakan pemaknaan historis. Oleh karena itu, dibutuhkan proses dialogis sebagai langkah solutif atas problem sosial yang terjadi akibat implementasi fatwa ulama yang dijadikan kebijakan pemerintah agar tidak terkesan memaksa dengan melibatkan unsur ulama, umara’, dan mujtama’. Konektivitas dialog tiga unsur ini dalam menegosiasikan pemahaman fikih mereka untuk mendudukkan maksud dan tujuan suatu produk hukum (fatwa) akan mendorong terwujudnya nalar fikih yang inklusif. Kata Kunci: nalar fikih, fatwa MUI, penutupan masjid


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document