AbstractThe main problem in this study is how the implications of UU No.6 Year 2014 on Village against village authority. The authority of the village in question is the authority of the village derived from the right of origin and the local authority of the village scale, since these two forms of village authority are the spirit of village autonomy. The results show that the village can’t be treated the same as treating the district, because the essence of village autonomy is different from regional autonomy. The district was formed as an implementation of centralization, which carried out some of the powers granted by the Center. Different villages, because they have authority derived from the right of origin, not a gift from the center. The autonomy of the village existed long before the republic was established, and although redesigned many times through the central policy of the village, the autonomy of the village still exist, one of which is the existence of the authority of the origin right attached to the social status of the village head and the village official the name and the mention of it, and reflected by the behavior of the village community who uphold the social life of the culture. In the end the design of village authority is proposed as part of the solution, which tries to accommodate two constructs on the authority of the village, where the existing village authority enters the "container" No. 6 Year 2015 on the Village.AbstrakMasalah utama dalam studi ini adalahbagaimana implikasi berlakunya UUNo. 6 Tahun 2014 tentang Desa terhadap kewenangan desa. Kewenangandesa yang dimaksud adalah kewenangan desa yang berasal dari hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, karena kedua bentukkewenangan desa tersebutlah yang merupakan ruh otonomi desa. Hasil riset menunjukkan bahwa desa tidak bisa diperlakukan sama sebagaimana memperlakukan daerah kabupaten, karena hakekat otonomi desa berbeda dengan otonomi daerah. Kabupaten dibentuk sebagai pelaksanadesentralisasi, yang melaksanakan sebagian kewenangan yang diberikan oleh Pusat. Desa berbeda, karena memiliki kewenangan yang berasal dari hak asal usul, bukan pemberian dari pusat. Otonomi desa sudah ada jauh sebelum republik ini berdiri, dan meski didesain ulang berkali-kali melalui kebijakan pusat tentang desa , namun otonomi desa tetep eksis, salah satunya adalah dengan keberadaan kewenangan hak asal usul yang melekat pada status sosial kepala desa dan pamong desa , apapun nama dan penyebutannya, serta tercermin dari perilaku masyarakat desa yang menjunjung tinggi kehidupan sosial budayanya.Pada akhirnya desain tentang kewenangan desa diajukan sebagai bagian dari solusi, yang mencoba mewadahi dua konstruksi tentang kewenangan desa, dimana kewenangan desa eksisting masuk dalam “wadah” yang dikonstruksi UU No. 6 Tahun 2015 tentang Desa.Kata kunci : kewenangan desa, hukum negara, hak asal usul desa, kewenangan lokal berskala desa