<p><strong>Bahasa Indonesia:</strong></p><p>Penelitian ini bertujuan mengetahui model pendidikan toleransi di pesantren modern dan di pesantren salaf. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan setting dua pesantren, yakni pesantren modern Gontor Ponorogo dan pesantren salaf Tebuireng Jombang. Teknik pengumpulan datanya dengan wawancara dan dokumentasi. Untuk analisis data digunakan teknik analisis induktif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pesantren Darussalam Gontor merupakan pesantren modern, dengan ciri khas berupaya memadukan tradisionalitas dan modernitas pendidikan. Sistem pengajaran wetonan dan sorogan diganti dengan sistem klasikal (pengajaran di dalam kelas) yang berjenjang dan kurikulum terpadu diadopsi dengan penyesuaian tertentu. Sistem pendidikan yang digunakan di pondok modern dinamakan sistem Mu’allimin, atau terkenal dengan nama Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI). Sedangkan sistem pendidikaan di pondok pesantren Tebuireng, dilihat dari segi sistem pendidikan dan pengajarannya sepenuhnya tidak dapat disebut sebagai pesantren salaf murni. Karena di pesantren Tebuireng masih mempertahankan sistem pendidikan salaf, juga menerapkan sistem pendidikan modern. Oleh karena itu, untuk sekarang ini lebih tepat apabila menyebut Pondok Pesantren Tebuireng dengan sebutan Pondok Pesantren Campuran atau Pondok Pesantren Terpadu (antara khalaf dan salaf). (2) Baik di pondok pesantren modern dan salaf, Islam yang dipahami dan diaktualkan adalah Islam yang inklusif, ramah, tidak kaku, moderat, yakni Islam yang bernuansa perbedaan dan sarat dengan nilai-nilai multikultural. Mendakwahkan Islam yang seperti inilah yang menjadikan Islam bisa bersentuhan dengan multikultur. Untuk membentuk santri yang toleran kedua pesantren ini mengajarkannya melalui kurikulum pendidikan dan keteladanan hidup sehari-hari.</p><p> </p><p> </p><p><strong>English:</strong></p><p>This research purposes to examine tolerant education model in both modern and salafis pesantren. This qualitatively descriptive study involves two pesantren settings, the modern pesantren Gontor Ponorogo and the salafis pesantren Tebuireng Jombang. Data is collected through interviews and documentations. From an inductive analysis, this research shows the following results. First, the Gontor modern pesantren acculturate preserved traditional value of pesantren in the modernity of educational systems. Particular teaching methods such as wetonan and sorogan are transformed into more standardized grades in classical way. Classic curriculum is still preserved in the class with some adaptations. This system is later called Mu’allimin or more popular as Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI). On the other hand, educational system in the pesantren of Tebuireng cannot be considered as the pure salafis category as the pesantren is still conducted the salafis education and the modern one separately. Therefore, the Tebuireng is now more exactly called “mixed pesantren” or integrated pesantren –between the khalafis and salafis. The next result of this result shows the fact that both salafis and integrated pesantrens actualize inclusive, peaceful, flexible, ad moderate Islam in which diversity and multiculturalism is in it. Islamic missionary in this way sustain Islam to live together with multi-culture. Curriculum of education and good-model leadership create santris with high tolerance.</p>