Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

30
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Indonesian National Institute Of Aeronautics And Space (Lapan)

2549-726x, 1412-8098

Author(s):  
Nur Febrianti ◽  
Kukuh Murtilaksono ◽  
Baba Barus

The Ground Water Level plays an important role in determining the greenhouse gas emission and, in turn, in regulating global climate system. Information on existing water levels is still using field measurements. The purpose of this study was to evaluate the best approximation model for estimating water level using drought index. This study utilizes Landsat 8 data to calculate Normalized Difference Water Index and Visible and Shortwave infrared Drought Index for 3 months (March, April and June 2016). The best estimation model is selected by the Akaike Information Criteria correction method and validated using K-Fold cross-validation. The results of this study indicate that the estimation of water level is affected by both drought indices with the TMA (mm) equation= -439,47 – 1639,7 * NDWI_Maret – 640,23 * NDWI_April + 477 * VSDI_Maret. Estimated water level began to detect hotspots ranging from 64,35 ± 36,9 6 cm (27 - 101 cm). The critical point for KHG Sei Jangkang - Sei Liong is 27 cm, thus the water level depth should be maintained less than that to avoid fire in peatlands.ABSTRAKTinggi muka air tanah lahan gambut atau secara teknis dikenal dengan kedalaman muka air tanah memegang peran penting dalam menentukan emisi gas rumah kaca dan mengatur sistem iklim global. Informasi tentang tinggi muka air yang ada saat ini masih menggunakan hasil pengukuran lapangan. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi model aproksimasi terbaik untuk estimasi tinggi muka air dengan menggunakan indeks kekeringan. Penelitian ini memanfaatkan data Landsat 8 untuk menghitung Normalized Difference Water Index dan Visible and Shortwave infrared Drought Index selama 3 bulan (Maret, April dan Juni 2016). Model estimasi terbaik dipilih dengan metode koreksi Kriteria Informasi Akaike dan divalidasi menggunakan validasi silang K-Fold. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa estimasi tinggi muka air dipengaruhi oleh kedua indeks kekeringan tersebut dengan persamaan TMA (mm) = - 439,47 – 1639,7 * NDWI_Maret – 640,23 * NDWI_April + 477 * VSDI_Maret. Estimasi tinggi muka air mulai terdeteksi adanya hotspot berkisar antara 64,35±36,9 6 cm (27 – 101 cm). Titik kritis untuk KHG Sei Jangkang – Sei Liong adalah 27 cm, dengan demikian kedalaman tinggi muka air harus dipertahankan kurang dari itu untuk menghindari terjadinya kebakaran di lahan gambut.


Author(s):  
Randy Prima Brahmantara ◽  
Kustiyo Kustiyo

The standard data of Worldview-2 owned by LAPAN is Ortho-Ready Standard level 2 (OR2A) data consisting of 4 multispectral bands (blue, green, red, NIR) and one panchromatic band each 2 m and 0,5 m spatial resolution. Both images have different metadata and RPC, making it possible to perform geometric corrections separately. This paper discusses the analysis of the inaccuracies of multispectral image positions to panchromatic images compared to those that have been systematically geometric corrected. The method used is fast fourier transform phase matching by taking 500 binding points between the two images. The measurement results prove that the multispectral image of the Worldview-2 data of the OR2A level has a larger shift compared with multispectral image that has been systematically geometric corrected. The multispectral image of the OR2A data shifts are 2,14 m on the X-axis and 0,42 m on the Y-axis. While the multispectral image that has been systematically geometric corrected shifts are 1,72 m on the X-axis and 0,54 m on the Y-axis.ABSTRAKData standar Worldview-2 yang dimiliki oleh LAPAN merupakan data Ortho-Ready Standard level 2 (OR2A) yang terdiri dari 4 kanal multispektral (biru, hijau, merah, NIR) dan satu kanal pankromatik masing-masing memiliki resolusi spasial 2 meter dan 0,5 meter. Kedua kanal tersebut memiliki metadata dan RPC yang berbeda, sehingga memungkinkan untuk melakukan koreksi geometrik secara terpisah. Tulisan ini membahas tentang analisis misalignment citra multispektral terhadap citra pankromatik dibandingkan dengan yang telah terkoreksi geometrik sistematik. Metode yang digunakan adalah fast fourier transform phase matching dengan mengambil 500 titik ikat antara kedua citra tersebut. Hasil pengukuran membuktikan bahwa citra multispektral data Worldview-2 level OR2A memiliki pergeseran yang lebih besar dibandingkan dengan citra multispektral yang terkoreksi geometrik sistematik. Citra multispektral data OR2A bergeser 2,14 meter pada sumbu X dan 0,42 meter pada sumbu Y. Sedangkan citra multispektral data terkoreksi geometrik sistematik bergeser 1,72 meter pada sumbu X dan 0,54 meter pada sumbu Y.


Author(s):  
Tri Muji Susantoro ◽  
Ketut Wikantika ◽  
Asep Saepuloh ◽  
Agus Handoyo Harsolumakso

Clay minerals in the oil and gas field have changed with an increase of the quantities in the middle of the oil and gas field and reduction in the edges. This reduction is the effect of micro seepage from oil and gas from the subsurface. The aims of the research is to identify the potential oil and gas seepage through clay mineral mapping. The data used where Landsat 8 OLI/TIRS with recording dated September 25, 2015. The method used in the mapping of clay minerals using the ratio of 1.55-1.75 µm (Short Wave Infrared 1) and 2.08-2.35 µm (Short Wave Infrared 2). The result of Landsat 8 OLI/TIRS data processing shows the potential of anomalies in edges of the oil and gas field. The anomaly is a change in the index value of clay minerals that tend to be lower with values 1.0 to 1.5 than the middle of oil and gas field with values 1.5 to 2.0. The potential pattern of the anomaly follows the border of the oil and gas field. Field surveys show that oil and gas field based on grain size analysis is dominated by clay-sized soil. The dominant clay minerals from X-Ray Diffraction analysis are smectite (56%) and kaolinite (6%).ABSTRAKMineral lempung di lapangan migas mengalami perubahan dengan terjadinya peningkatan kandungannya pada tengah lapangan migas dan pengurangan di tepinya. Pengurangan ini merupakan efek adanya rembesan mikro dari migas yang berasal dari bawah permukaan. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya potensi rembesan migas melalui pemetaan mineral lempung. Adapun data yang digunakan adalah Landsat 8 OLI/TIRS dengan perekaman tanggal 25 September 2015. Metode yang digunakan pada pemetaan mineral lempung menggunakan perbandingan panjang gelombang 1.55-1.75 µm (Short Wave Infrared 1) dengan 2.08-2.35 µm (Short Wave Infrared 2). Hasil pengolahan data Landsat 8 OLI/TIRS menunjukkan adanya potensi anomali di tepi lapangan migas. Anomali tersebut berupa perubahan nilai indeks mineral lempung yang cenderung lebih rendah yaitu dengan nilai 1,0 – 1,5 dibandingkan lokasi di tengah lapangan yaitu dengan nilai 1,5 – 2,0.  Pola potensi anomali tersebut mengikuti batas tepi lapangan migas. Survei lapangan menunjukkan bahwa pada lapangan migas berdasarkan analisis ukuran butir didominasi oleh tanah berukuran lempung. Adapun mineral lempung yang dominan dari hasil analisis XRD berupa smektit (56%) dan terdapat kaolinit (6%).


Author(s):  
Andy Indradjad ◽  
Haris Suka Dyatmika ◽  
Noriandini Dewi Salyasari ◽  
Liana Fibriawati ◽  
Masnita Indriani

Geolocation processing to produce spatial greenhouse gases data products consisting of CH4, CO2 and N20 gases has been carried out systematically. The greenhouse gases data are derived from Enviomental Data Record (EDR) Suomi NPP Satellite CrIS and ATMS Sensor products. During this process, there is an obstacle while performing the information data of greenhouse gases concentrations, due to the result of systematic processing files from EDR are still in netcdf format, so that it could not be distributed to users as they expected. The unique of  unlimited netcdf format is that, it displays only numeric values with irregular resolution, unregistered and incompatible with commonly processing data software. This research aims to produce geolocation processing module in order to provide information of greenhouse gases data spatially by using coordinate pixel registration method into image data, convert Digital Number (DN) value with scale corresponding to Indonesian region and interpolation value between pixels with Radial Basis Function (RBF) method using linear function. The result from the geolocation processing module of greenhouse gases data product are concentration information from some altitude level. The product is in geotiff format with 50 km spasial resolusion. AbstrakPengolahan geolokasi untuk menghasilkan produk data gas rumah kaca (GRK) spasial yang terdiri dari gas CH4,CO2 dan N20 telah dilakukan secara sistematis. Data gas rumah kaca tersebut dihasilkan dari produk Enviomental Data Record (EDR) Satelit Suomi NPP Sensor CrIS dan ATMS. Hingga saat ini terdapat permasalahan dalam penyajian data informasi konsentrasi gas rumah kaca, yaitu file hasil pengolahan sistematis masih dalam format netcdf sehingga belum dapat didistribusikan untuk melayani kebutuhan pengguna. Format netcdf terbatas hanya menampilkan nilai berupa angka, resolusi yang tidak seragam, belum teregistrasi dan tidak compatible dengan aplikasi pengolahan data yang umumnya digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul pengolahan geolokasi  yang dapat menyajikan informasi data gas rumah kaca secara spasial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah registrasi piksel koordinat ke dalam data citra, konversi nilai Digital Number (DN). Interpolasi nilai antar piksel menggunakan metode Radial Basis Function (RBF) dengan fungsi linier. Hasil dari penelitian ini adalah modul pengolahan geolokasi produk data yang dapat menyajikan informasi konsentrasi gas rumah kaca pada beberapa level ketinggian. Produk yang dihasilkan dalam format geotiff dengan resolusi spasial 50 km.


Author(s):  
Atriyon Julzarika ◽  
Esthi Kurnia Dewi

Height model is model include the information of height data and its coordinate in earth surface. Height model is one of the geological parameters that are useful for a variety of applications of survey and mapping. Height model in the form of Digital Surface Model, Digital Elevation Model, Digital Terrain Model, Digital Terrain Elevation Digital, Geoid, and others. Height model can be made with data, aerial photographs, satellite imagery, and Interferometry Synthetic Aperture Radar. This research aims to test the vertical accuracy of ALOS PALSAR against the combination measurement of Differential Global Navigation Satellite System-Altimeter. Digital Surface Model is made from images of ALOS PALSAR with interferometry Synthetic Aperture Radar methods. Digital Elevation Model retrieved after height error correction and terrain correction of Digital Surface Model. Digital Terrain Model obtained after the integration of river features and bathymetry in Digital Elevation Model ALOS PALSAR.Then do the vertical accuracy test of ALOS PALSAR againts the combination measurement of Differential Global Navigation Satellite systems-Altimeter.Differential Global Navigation Satellite systems received the data from the GPS, Beidou, GLONASS, SBAS, MSAS, Gagan, and QZSS satellite and uses period of 14 days before the measurement with the time in measurement. During the measurement for processing the position data and height value. Differential Global Navigation Satellite systems was connected with server of internet provider. Region of vertical accuracy test is in Merauke regency in 2016. The tolerance standard of this vertical accuracy test refers to National Standard for Spatial Data Accuracy in 1.96 σ (95%) tolerance. From the two vertical accuracy test, height difference test and tranverse profile test, Digital Terrain Model ALOS PALSAR have fulfilled tolerance in 4,996e- 16 (~0) and 80,791 cm so it can be used for various applications of survey and mapping for 1:10.000 scale.ABSTRAKModel tinggi adalah model yang meliputi informasi data tinggi dan koordinatnya di permukaan bumi. Model tinggi merupakan salah satu parameter geologi yang bermanfaat untuk berbagai aplikasi survei dan pemetaan. Model tinggi berupa model permukaan digital, model elevasi digital, model terrain digital, model terrain elevasi digital, Geoid, dan lain-lain. Model tinggi dapat dibuat dengan data lapangan, foto udara, interferometri radar sintetis, dan citra satelit. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji akurasi vertikal model terrain digital ALOS PALSAR terhadap pengukuran kombinasi diferensial sistem satelit navigasi global-Altimeter. Model permukaan digital dibuat dari citra ALOS PALSAR dengan metode interferometri radar sintetis. Model elevasi digital diperoleh setelah dilakukan koreksi kesalahan tinggi dan koreksi terrain model permukaan digital. Model terrain digital diperoleh setelah dilakukan integrasi fitur sungai dan batimetri terhadap model permukaan digital. Model terrain digital ALOS PALSAR dilakukan uji akurasi vertikal dengan pengukuran kombinasi diferensial sistem satelit navigasi global-Altimeter. Diferensial sistem satelit navigasi global menerima data dari satelit GPS, Glonass, Beidou, Gagan, MSAS, SBAS, dan QZSS dan menggunakan periode waktu 14 hari sebelum pengukuran dengan waktu saat pengukuran. Selama pengukuran,untuk mengolah data posisi dan ketinggian. Diferensial sistem satelit navigasi global dikoneksikan dengan server melalui jaringan internet selular. Lokasi uji akurasi vertikal dilakukan di Kabupaten Merauke pada tahun 2016. Standar toleransi uji akurasi vertikal ini mengacu kepada toleransi standar nasional untuk akurasi data spasial sebesar 1,96σ (95 %). Dari dua jenis uji akurasi vertikal, yakni uji beda tinggi dan uji profil melintang, model terrain digital ALOS PALSAR telah memenuhi toleransi sebesar 4,996e-16 (~0)dan 80,791 cm sehinggadapat digunakan untuk berbagai aplikasi survei dan pemetaan skala 1:10.000.


Author(s):  
Fadila Muchsin ◽  
Liana Fibriawati ◽  
Kuncoro Adhi Pradhono

Three methods of atmospheric correction, Second Simulation of the Satellite Signal in the Solar Spectrum (6S), Landsat Ecosystem Disturbance Adaptive Processing System (LEDAPS) and the model Fast Line-of-sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes (FLAASH), have been applied to the level 1T Landsat-7 image Jakarta area. The atmospheric corrected image is then compared with the TOA reflectance image. The results show that there is an improvement of the spectral pattern on the TOA reflectance image by the decrease of the reflectance value of each object by (1 - 11) % after the atmospheric correction of all models for visible bands (blue, green and red). In the NIR and SWIR bands there is an increase in the spectral value of about 1% to the TOA reflectance on all objects except wetland for the LEDAPS model. The percentage of the increase and the decrease in spectral values of 6S and FLAASH models have the same tendency. Analyzes were also performed on the NDVI values of each model, where NDVI values were relatively higher after atmospheric correction. The NDVI value of rice crop on FLAASH model is the same as 6S model that is equal to 0.95 and for wetland, it has the same value between FLAASH model and LEDAPS which is 0.23. NDVI value of entire scene for FLAASH model = 0.63, LEDAPS model = 0.56 and 6S model = 0.66. Before the atmospheric correction, the TOA is 0.45. Abstrak Tiga metode koreksi atmosfer diantaranya  Second Simulation of the Satellite Signal in the Solar Spectrum (6S), Landsat Ecosystem Disturbance Adaptive Processing System (LEDAPS) dan model Fast Line-of-sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes (FLAASH) telah diterapkan pada citra Landsat-7 level 1T wilayah Jakarta. Citra yang telah terkoreksi atmosfer dibandingkan dengan citra reflektan TOA. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbaikan pola spektral pada citra reflektan TOA dengan adanya penurunan nilai reflektan setiap obyek sebesar (1 – 11) % setelah dilakukan koreksi atmosfer pada semua model untuk kanal-kanal visible (blue, green dan red). Pada kanal NIR dan SWIR terjadi kenaikan nilai spektral yaitu sekitar 1% terhadap reflektan TOA pada semua objek terkecuali objek lahan basah untuk model LEDAPS. Persentase kenaikan dan penurunan nilai spektral model 6S dan FLAASH memiliki kecenderungan yang sama. Analisis juga dilakukan terhadap nilai NDVI masing-masing model, dimana nilai NDVI relatif lebih tinggi setelah koreksi atmosfer. Nilai NDVI tanaman padi pada model FLAASH sama dengan model 6S yaitu sebesar 0.95 dan untuk lahan basah memiliki nilai yang sama antara model FLAASH dan LEDAPS yaitu 0.23. Nilai NDVI seluruh scene untuk model FLAASH = 0.63, model LEDAPS = 0.56 dan model 6S = 0.66. Sebelum koreksi atmosfer (TOA) adalah 0.45. 


Author(s):  
Nanin Anggraini ◽  
Sartono Marpaung ◽  
Maryani Hartuti

Besides to the effects from tidal, coastline position changed due to abrasion and accretion. Therefore, it is necessary to detect the position of coastline, one of them by utilizing Landsat data by using edge detection and NDWI filter. Edge detection is a mathematical method that aims to identify a point on a digital image based on the brightness level. Edge detection is used because it is very good to present the appearance of a very varied object on the image so it can be distinguished easily. NDWI is able to separate land and water clearly, making it easier for coastline analysis. This study aimed to detect coastline changes in Ujung Pangkah of Gresik Regency caused by accretion and abrasion using edge detection and NDWI filters on temporal Landsat data (2000 and 2015). The data used in this research was Landsat 7 in 2000 and Landsat 8 in 2015. The results showed that the coastline of Ujung Pangkah Gresik underwent many changes due to accretion and abrasion. The accretion area reached 11,35 km2 and abrasion 5,19 km2 within 15 year period. Abstrak Selain akibat adanya pasang surut, posisi garis pantai berubah akibat adanya abrasi dan akresi. Oleh karena itu diperlukan adanya deteksi posisi garis pantai, salah satunya dengan memanfaatkan data Landsat dengan menggunakan filter edge detection dan NDWI. Edge detection adalah suatu metode matematika yang bertujuan untuk mengidentifikasi suatu titik pada gambar digital berdasarkan tingkat kecerahan. Filter edge detection digunakan karena sangat baik untuk menyajikan penampakan obyek yang sangat bervariasi pada citra sehingga dapat dibedakan dengan mudah. NDWI mampu memisahkan antara daratan dan perairan dengan jelas sehingga memudahkan untuk analisis garis pantai. Penelitian ini bertujuan untuk deteksi perubahan garis pantai di Ujung Pangkah Kabupaten Gresik yang disebabkan oleh adanya akresi dan abrasi dengan menggunakan filter edge detection dan NDWI pada data Landsat temporal (tahun 2000 dan 2015). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat 7 tahun 2000 dan Landsat 8 tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa garis pantai di Ujung Pangkah Gresik banyak mengalami perubahan akibat adanya akresi dan abrasi. Luas akresi mencapai 11,35 km2 dan abrasi 5,19 km2 dalam periode waktu 15 tahun.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document