Talenta Conference Series Tropical Medicine (TM)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

96
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Sumatera Utara

2623-0542, 2623-0550

2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 128-133
Author(s):  
Wahyu Utami ◽  
Muhammad Da’i ◽  
Viesa Rahayu ◽  
Prihantini Kurnia Sari ◽  
Dian Werdhi Kusumanegara ◽  
...  

Penelitian pendahuluan tentang aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) menunjukkan potensi anti radikal bebas yang tinggi dari kedua ekstrak. Oleh karena itu telah dilakukan fraksinasi ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat daun dewandaru, serta pengujian aktivitas antiradikal dari masing-masing fraksi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kandungan fenol dan flavonoid total dalam berbagai fraksi tersebut dengan aktivitas antiradikalnya. Daun dewandaru diekstraksi dengan kloroform, etil asetat, dan etanol secara maserasi bertingkat. Selanjutnya dilakukan fraksinasi terhadap masing-masing ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan fase diam silika G60 dan fase gerak campuran perbandingan tertentu antara kloroform, etil asetat, etanol, dan air secara gradien kepolaran. Aktivitas antiradikal diukur secara spektrofotometri dengan pereaksi DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl) dan sebagai pembanding digunakan vitamin E. Penentuan kadar fenol dan flavonoid total dalam fraksi secara spektrofotometri menggunakan pereaksi Folin Ciocalteu untuk penetapan kadar fenol total, sedangkan untuk penentuan kadar flavonoid total menggunakan pereaksi AlCl3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol daun dewandaru mempunyai aktivitas antiradikal yang cukup tinggi. Lima fraksi dari ekstrak etanol memiliki aktivitas antiradikal lebih tinggi dibanding vitamin E. Aktivitas antiradikal paling tinggi ditunjukkan dengan nilai ARP (antiradical power) sebesar 3496,5 mg DPPH/mg sampel, sedangkan vitamin E sebesar 1776,20 mg DPPH/mg sampel. Korelasi antara kadar fenol maupun flavonoid total dalam berbagai fraksi tersebut dengan aktivitas antiradikalnya menunjukkan korelasi positif dengan korelasi sebesar 0,55 dan 0,45. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa fraksi-fraksi polar daun dewandaru mempunyai aktivitas antiradikal yang lebih tinggi daripada vitamin E, namun aktivitas tersebut berkorelasi rendah dengan kandungan fenol dan flavonoid totalnya.   Preliminary research on the antioxidant activity of ethanol and ethyl acetate extracts of Dewandaru leaves (Eugenia uniflora L.) showed high anti-free radical potency from both extracts. Therefore fractionation of the ethanol and ethyl acetate extracts of dewandaru leaves was carried out, as well as evaluation of antiradical activity of each fraction. In addition, this study also aimed to determine whether there is a correlation between the phenol and total flavonoid content in various fractions with their anti-inflammatory activity.Dewandaru leaves were extracted by sequentially maceration with chloroform, ethyl acetate and ethanol. Furthermore, the ethanol and ethyl acetate extracts were fractionated  using gravity column chromatography with silica G60 as stationary phase and increasing polarity of mobile phase by  varying the ratio of chloroform, ethyl acetate and ethanol. Anti-free radical activity was determined using spectrophotometer and DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl), vitamin E was used as a standard. Determination of total phenol and flavonoid content was determined using spectrophotometer, Folin Ciocalteu reagent was used to determine total phenolic content, meanwhile  ALCl3 reagent was used to determine total flavonoid content.  The results showed that fractions of  ethanol and ethyl acetate extracts of dewandaru leaves showed high anti-free radical activity. Of all fractions, there 5 fractions of ethanol extract showed higher anti-free radical activity as compared to vitamin E.  The highest anti-free radical activity is indicated by ARP (antiradical power) value of 3496.5 mg DPPH/mg sample, meanwhile the ARP value of vitamin E was 1776,20 mg DPPH/mg sample. Correlation between total phenol and flavonoid content of those fractions indicated positive correlation with correlation value of 0.55 and 0.45 respectively. Based on the results, it can be concluded that polar fractions of dewandaru leaves displayed higher anti-free radical activity as compared to vitamin E, however those activitiesdid not have correlation with their total phenolic and flavonoid content


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 106-110
Author(s):  
Novi Irwan Fauzi ◽  
Seno Aulia Ardiansyah ◽  
Saeful Hidayat

Daun malaka (Phyllanthus emblica L.) mempunyai potensi digunakan sebagai alternatif obat antidiabetes. Daun malaka menunjukkan efek hipoglikemia pada tikus yang diinduksi aloksan. Namun, mekanisme kerjanya belum diketahui pasti. Penelitian ini dilakukan dalam rangka skrining mekanisme kerja daun malaka sebagai antidiabetes. Skrining mekanisme kerja dilakukan terhadap fraksi air daun malaka melalui uji aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase serta α-amilase secara in vitro dan pengujian aktivitas insulin-sensitizer terhadap ekstrak daun malaka dengan metode tes toleransi insulin secara in vivo. Fraksi air daun malaka menunjukkan aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase serta α-amilase dengan nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50) pada kedua enzim tersebut berturut-turut adalah 0,87% dan 8,64% b/v. Pada uji aktivitas insulin sensitizer, pemberian ekstrak daun malaka dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada tikus diabet dengan kondisi resistensi insulin. Nilai KTTI pada kelompok tikus diabet yang diberi ekstrak daun malaka dosis 100 dan 500 mg/kgbb tikus (74,89 dan 75,57) lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus diabet (38,41) dan kadar glukosa darah yang lebih rendah selama interval waktu pengukuran. Daun malaka telah diketahui mampu meningkatkan sekresi insulin dan pada penelitian ini menunjukkan aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase serta α-amilase secara in vitro dan menunjukkan aktivitas insulinsensitizer pada tikus diabet dengan kondisi resistensi insulin.   Malaka leaf (Phyllanthus emblica L.) has the potential to be used as an alternative antidiabetic drug. Malacca leaves showed hypoglycemia effect in rat induced by alloxan. However, the mechanism of action is not yet known. This study was conducted to evaluate the mechanism of action of Malaka leaves as antidiabetic. Screening of the mechanism of action was carried out on the water fraction of Malaka leaf  byinhibitory activity examination  on α-glucosidase and α-amylase by in vitro studyand Evaluation of insulin-sensitizer activity of Maaka leaf leaf extract was conducted by invivo  insulin tolerance test method. Malaka leaf water fraction showed inhibitory activity against the α-glucosidase and α-amylase with IC50 values ​​(Inhibitory Concentration 50)  of0.87% and 8.64% b / v on both enzyme, respectively. The evaluation of insulin sensitizer revelead that administration ofMalaka  leaf extract can increase insulin sensitivity in diabetic rat with insulin resistance.KTTI values ​​in diabetic rats given malaka extract  at the dose of 100 and 500 mg / kg BW (74.89 and 75.57) were higher than diabetics rat (38.41) and the extract also decrease blood glucose levels during measurement time intervals . Malaka leafhas been known to increase insulin secretion and the study showedthe  inhibitory activity on α-glucosidase and α-amylase by in vitro study and showed insulinsensitizer activity in diabetic rat with insulin resistance.


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 144-151
Author(s):  
Joni Tandi ◽  
Rahmawati Rahmawati ◽  
Rini Isminarti ◽  
Jerry Lapangoyu

Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol di dalam darah melebihi batas yang diperlukan oleh tubuh. Penelitan ini bertujuan menguji kandungan senyawa fitokimia ekstrak etanol biji labu kuning, efek pemberian ekstrak etanol biji labu kuning dan perbedaan efek ekstrak dengan dosis bertingkat terhadap penurunan degenerasi sel beta pankreas tikus putih jantan hiperkolesterolemia diabetes. Penelitian eksperimen laboratorium ini menggunakan hewan uji sebanyak 30 ekor tikus dibagi dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol normal) diberikan Na-CMC 0,5% dan kelompok 2 (kontrol negatif) diberi pakan tinggi kolesterol, suspensi Streptozotocin 35 mg/kgBB dan Na-CMC 0,5% b/v; kelompok 3 diberi metformin 9 mg/kgBB per oral, pakan tinggi kolesterol dan suspensi streptozotocin 35 mg/kgBB; kelompok 4, 5 dan 6 masing-masing diberikan dosis 270, 360, dan 450 mg/kgBB per oral, pakan tinggi kolesterol dan suspensi streptozotocin 35 mg/kgBB. Gambaran tingkat kerusakan histopatologi pankreas diamati dengan pewarnaan HE menggunakan mikroskop Olympus BX-51 perbesaran 200x. Hasil penelitian menunjukkan: Terdapat senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin,dan tannin pada ekstrak etanol biji labu kuning; ekstrak etanol biji labu kuning dosis 360 dan 450 mg/kgBB efektif menurunkan degenerasi jaringan pankreas tikus hiperkolesterolemia diabetes dan pemberian ekstrak etanol biji labu kuning dosis 270 mg/kgBB tidak memberikan efek maksimal jika dibandingkan dengan dosis 360 mg/kgBB dan dosis 450 mg/kgBB terhadap regenerasi sel organ pankreas tikus putih jantan hiperkolesterolemia diabetes.   Hypercholesterolemia is an abnormal increase in blood cholesterol levels.  This study aimed to identify the phytochemical content of pumpkin seed ethanol extract, the effect of pumpkin seed ethanol extract and the difference in the effect of various doses of extract in decreasing pancreatic beta cell degeneration in male diabetic hypercholesterolemia rat. The experimental research in laboratory used 30 rats as test animals, divided into six group. Group 1 (normal control administered with 0.5% Na CMC and group 2 (negative control) administered with high cholesterol diet, Streptozotocin 35 mg/kgBWand 0.5% Na-CMC b/v; Group 3 orally administered with metformin 9 mg/kgBW, high cholesterol diet,  streptozotocin 35 mg/kgBW; group 4,5 and 6 orally administered with extract at doses of 270, 360, dan 450 mg/kgBB, high cholesterol diet,  streptozotocin 35 mg/kgBW. Histopathology examination to determine pancreas damage was observed by HE staining using microscop Olympus BX-51 200x. The results showed the presence of alkaloids, flavonoids, poliphenol, saponins,andtanninsin phumpkin seeds ethanol extract; Ethanol extract of phumpkin seeds at doses of 360 dan 450 mg/kgBW effectively decreased degeneration of pancreatic tissue of diabetic hypercholesterolemia rat and ethanol extract of phumpkin seeds at the dose of 270 mg/kgBW did not show maximum effect as compared to the doses of 360 and 450 mg/kg BE on cell regeneration of pancreatic tissue of diabetic hypercholesterolemia rat


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 134-138
Author(s):  
Dira Dira ◽  
Yanuarista Yanuarista ◽  
Ria Afrianti

Alfa mangostin memiliki berbagai macam bioaktivitas dan merupakan major compound dalam eksrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.), alfa mangostin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antiinflamasi dan antibakteri sehingga berperan dalam proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas ekstrak pericarp kulit buah manggis terpurifikasi yang mengandung > 90% alfa-mangostin dalam penyembuhan luka eksisi pada mencit putih jantan secara in vivo. Paramater yang diukur adalah persentase penyembuhan luka eksisi, waktu epitelisasi dan kerapatan serabut kolagen. Mencit dibagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif (-) yang hanya diberi sediaan suspensi Na CMC 1%, sedangkan kelompok II merupakan kelompok perlakuan yang diberi sediaan suspensi ekstrak dengan konsentrasi 1%. Pada hari ke-5, ke-10 dan ke-15 diukur persentase penyembuhan luka dan diamati waktu epitelisasi serta kerapatan serabut kolagen. Hasil penelitian dari persentase penyembuhan luka dan waktu epitelisasi yang dianalisa dengan uji General Linear Model Repeated Measures memberikan perbedaan secara nyata (p<0,05), sedangkan untuk pengamatan serabut kolagen menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata (p>0,05) dan untuk waktu epitelisasi yang diuji menggunakan uji T Independent Sample memberikan perbedaan secara nyata (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak terpurifikasi dapat memberikan efek dalam penyembuhan luka eksisi pada mencit.   Alfa mangosteen is a major compound of mangosteen extract cortex and  hasvarious bioactivities, such as anti-oxidant, anti-inflammatory and anti-bacterial so that can be used as wound healing. This research aimed to evaluate the activity of Purified Mangosteen Pericarp Fruit Cortex which contained alfa mangosteen > 90% as excision wound healing  agent in male mice by in vivo study. The parameters observed were Excision wound healing, epithelialization time and collagen fiber density. Mice were divided into two groups, group I was the negative control group (-) which was only received 1% Na CMC suspension, while group II was the treatment group received 1 % extract suspension.  On the 5th, 10th and 15th days the percentage of wound healing was measured and the epithelialization time and density of collagen fibers was observed.The results of the percentage of wound healing and epithelialization time evaluation which were analyzed by the General Linear Repeated Measures test showed a significant differences (p <0.05), whereas observation of collagen fibers showed no significant differences (p> 0.05) and analysis of epithelialization time using Independent Sample T test showed a significant difference (p <0.05), it can be concluded that purified extract has excision wounds healing effect in mice.


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 061-066
Author(s):  
Fajar Novianto ◽  
Agus Triyono ◽  
Peristiwan R Widhi Astana

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik multipatologi, daya faali menurun, dan dengan tanda penyakit yang tidak khas. Terapi pengobatan yang diterima pasien geriatri sangat kompleks sehingga sering menimbulkan Drug Related Problem terutama pada organ ginjal. Jamu menjadi terapi alternatif pada pasien geriatri yang memerlukan terapi jangka lama. Tujuan studi kasus ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian jamu pada pasien geriatri yang sudah berobat dalam jangka waktu 45 bulan terhadap fungsi ginjal. Metode penelitian ini merupakan studi kasus berdasarkan data rekam medis di Rumah Riset Jamu Tawangmangu terhadap pasien geriatri yang secara rutin kontrol dan periksa ureum atau kreatinin selama 45 bulan dan masih mengkonsumsi jamu hingga bulan April 2018. Untuk melihat pengaruh jamu pada ginjal dilakukan pemeriksaan Glomerulus Filtration Rate (GFR). Hasil: Seorang laki-laki umur 61 tahun dengan keluhan tangan kanan merasa kesemutan. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus lebih dari 15 tahun. Tekanan darah 140/90 mmHg dan tanda vital serta pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium Gula Darah Puasa (GDP) 227 mg/dL, ureum dan kreatinin diperiksa setelah bulan kelima pasien minum jamu yaitu ureum 35 mg/dL dan kreatinin 0,89 mg/dL. Selama minum jamu terjadi fluktuasi nilai GFR pasien tetapi tidak sampai menurun hingga kategori berat. Pada akhir bulan ke-45 meskipun terjadi penurunan GFR pasien dibanding pemeriksaan GFR yang pertama tetapi masih dalam kategori yang sama dengan nilai GFR pertama kali periksa (kategori ringan). Kesimpulan: Pemberian jamu dalam jangka waktu 45 bulan secara berturut-turut pada pasien geriatri tidak menyebabkan penurunan GFR signifikan.   Geriatric patients are elderly patients who have the characteristics of multi pathology, decreased physiology, and atypical symptom of a disease. Treatment received by geriatric patients is very complex so it often leads to Drug-Related Problems, especially in the kidney organs. Jamu is an alternative therapy for geriatric patients who need long-term therapy. The objective of this case study was to evaluate the effect of Jamu (herbs) on kidney function of geriatric patients who have been treated for 45 months. The research method was a case study based on the medical record of geriatric patients at Jamu Research Center in Tawangmangu who routinely control and examine for their urea or creatinine levels for 45 months and still consume herbs until April 2018. In order to evaluate the effect of jamu on the kidney, Glomerulus Filtration Rate (GFR) was examined. Results:  A 61-year-old male with a right hand feeling tingling. Patients have a medical history of hypertension and diabetes mellitus for more than 15 years. His blood pressure was 140/90 mmHg, meanwhile, the vital signs and other physical examinations were within normal levels. Laboratory tests of Fasting Blood Sugar (GDP) showed a level of 227 mg / dL, urea and creatinine levels were examined after the fifth month consumed jamu, the urea level was 35 mg / dL and creatinine level was 0.89 mg / dL. During jamu consumption there was a fluctuation in the patient's GFR but not until the severe category. At the end of the 45th month, despite a decrease in the patient's GFR compared to the first GFR examination but still in the same category as the first GFR score (mild category). Conclusion: Jamu consumption for 45 consecutive months in geriatric patients did not cause a significant reduction in GFR


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 038-045
Author(s):  
Eva Sartika Dasopang

Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolisme yang terjadi pada seseorang karena terjadinya peningkatakan kadar gula darah melebihi batas normal. Peningkatan kadar gula terjadi karena adanya gangguan pada sekresi insulin dan kerja insulin. Salah satu cara untuk mencegah resiko terjadinya komplikasi dan kekambuhan pada diabetes mellitus adalah dengan menerapkan kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus. Kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus harus diperhatikan karena diet merupakan salah satu factor untuk menstabilkan kadar gula dalam darah menjadi normal dan mencegah terjadinya komplikasi pada penderita diabetes mellitus Metode Penelitian: Penelitian ini di desain secara cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang melakukan kunjungan di Puskesmas Labuhan Medan pada bulan Juli 2017.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner dan analisis data menggunakan metode Chi square. Hasil: Penderita Diabetes Mellitus di puskesmas Pekan Labuhan Medan mempunyai tingkat pengetahuan rendah sebesar 2%, sedang 44% dan tinggi 54%.Sedangkan tingkat kepatuhan rendah sebesar 2%, sedang 46% dan tinggi 52%. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan diet dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Pekan Labuhan Medan dengan p value 0,001 (< 0,05). Background: Diabetes mellitus is one of metabolism disease due to abnormally high blood glucose level. The high blood glucose levels occur because of interference in insulin secretion and insulin action. One way to prevent the risk of complications and recurrence in diabetes mellitus is to apply dietary adherence to people with diabetes mellitus. Dietary compliance in people with diabetes mellitus must be considered because the diet is one factor to stabilize blood glucose levels to normal and prevent complications in people with diabetes mellitus. Methods: The research design was cross sectional. The population of this study were all diabetes mellitus patients The population in this study were all patients with diabetes mellitus who visited Primary Health Center of Labuhan Medan in July 2017. Sampling was performed by purposive sampling method. Data was collected using questionnaires and data were analyzed using the Chi-square method. Results: Diabetes Mellitus patients at Pekan Labuhan Medan Primary health center have a low level of knowledge of 2%, moderate 44% and high 54%. While the level of compliance was low at 2%, medium 46%, and high 52%. Conclusion: The results showed that there was no significant difference between knowledge of diet and dietary compliance in people with diabetes mellitus at the Pekan Labuhan Primary Health Center, Medan with p-value of 0,001 (< 0,05).


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 177-181
Author(s):  
Agus Triyono ◽  
Widhi Astana ◽  
Fajar Novianto

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degenerative dengan murbiditas dan mortalitas yang terus meningkat. Herbal medicine telah banyak digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah (KGD) pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek penggunaan ramuan jamu hiperglikemia terhadap kualitas hidup atau quality of life (QoL) pasien DM. Penelitian ini merupakan studi kohort dengan menggunakan kuesioner Short Form-36 (SF-36) sebagai alat pengukuran kualitas hidup 40 subjek penelitian dengan KGD sewaktu 200 – 300 mg/dl. Pasien diberi ramuan jamu temulawak ,kunyit, dan meniran tiga kali sehari selama 56 hari. Kualitas hidup subjek diukur pada hari ke 0, 28, dan 56. Pengaruh penggunaan jamu terhadap QoL dianalisis menggunakan uji t berpasangan.Sebanyak 58% dari subjek penelitian adalah perempuan. Hasil penelitian membuktikan terdapat perbedaan yang signifikan antara QoL sebelum dan setelah pemberian jamu selama 56 hari, (p=<0,05). Ramuan jamu batang brotowali, herba sambiloto, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan herba meniran dapat meningkatkan QoL pasien DM.   Diabetes mellitus (DM) is a degenerative disease with increased morbidity and mortality. Herbal medicine has been widely used to control blood glucose levels in DM patients. This study aimed to analyze the effect of consumehyperglycemic jamu formula on quality of life (QoL) in DM patients. This study was a cohort study using a Short Form-36 (SF-36) questionnaire as a quality of life measurement tool of 40 subjects with blood gluces levels at 200 - 300 mg / dl. The patient received a jamu fomula of ginger, turmeric, and meniran three times a day for 56 days. The quality of life of the subjects was measured on days 0, 28 and 56. The effect of the admintration of jamu on QoL was analyzed using paired t test. A total of 58% of the research subjects were women.  The results showed that there were significant differences of QoL before and after administration of jamu for 56 days (p = <0.05). Jamu formlua of brotowali stems, bitter herbs, curcuma rhizomes, turmeric rhizomes, and meniran herbs can increase the QoL of DM patients


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 172-176
Author(s):  
Zuraida Zulkarnain ◽  
Ulfa Fitriani ◽  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfatun Nisa

Ramuan jamu antihiperkolesterolemia terdiri dari daun jati cina, daun jati belanda, daun teh hijau, tempuyung, rimpang temulawak, rimpang kunyit dan herba meniran. Daun jati belanda dan daun teh hijau memiliki kandungan purin dalam bentuk kafein dan teobromin yang berpotensi menyebabkan peningkatan asam urat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam urat serum darah pasien yang meminum ramuan jamu antihiperkolesterolemia . Penelitian ini merupakan observasi klinik dengan jumlah subyek 50 orang di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus pada tahun 2014. Subjek merupakan pasien dengan diagnosis hiperkolesterolemia ringan (kadar kolesterol serum 200-240 mg/dl) yang diterapi dengan ramuan jamu antihiperkolesterolemia selama 28 hari. Parameter yang dinilai adalah kadar asam urat serum pada awal (H-0) dan akhir obeservasi (H-28). Data diolah dengan uji t berpasangan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil terjadi peningkatan rata-rata kadar asam urat dari 5,31+1,17 mg/dl menjadi 5,47+1,29 mg/dl. Peningkatan masih dalam rentang nilai normal. Pada uji t berpasangan diperoleh nilai p=0,384 yang berarti tidak ada perbedaan rerata kadar asam urat sebelum dan sesudah minum jamu. Kesimpulan terdapat peningkatan ringan rerata kadar asam urat serum pasien yang secara statistik tidak bermakna dan masih berada dalam rentang nilai normal setelah pemberian ramuan jamu antihiperkolesterolemia selama 28 hari.   The antihypercholesterolemic jamu formulaconsists of daun jati cina, jati belanda leaf, green tea leaf, tempuyung, curcuma rhizome, turmeric rhizome and meniran. Jati belanda and green tea leaves contain purines in the form of caffeine and theobromine which might increase the uric acid level. This study aimed to determine the uric acid levels in blood serum of patients who consumed antihypercholesterolemic jamu formula. This study was a clinical observation with a total subject of 50 patients at the Hortus Medicinal Jamu  Research Center (RRJ) in 2014. Subjects were patients with a diagnosis of mild hypercholesterolemia (serum cholesterol level of 200-240 mg / dl) treated with antihypercholesterolemicjamu formula for 28 days. The parameters assessed were serum uric acid levels at baseline (D-0) and end of observation (D-28).Data were analysed by paired t-test using SPSS. The results showed an increase in mean uric acid level from 5.31 + 1.17 mg / dl to 5.47 + 1.29 mg / dl. The increase was  still in the range of normal values. Based on paired t test p value = 0.384, there was no difference in mean uric acid levels before and after administration withjamu. It can be concluded that there was a mild increase in the serum uric acid levels of patients which were not statistically significant and were still in the range of normal values ​​after the administration of an antihypercholesterolemic jamu formula for 28 days


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 078-085
Author(s):  
Setyo Nurwaini ◽  
Intan Dewi Saputri

Daun Lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) diketahui mengandung senyawa polifenol, flavonoid dan saponin yang merupakan agen antibakteri. Lidah mertua memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun lidah mertua dalam sediaan gel yang memiliki aktivitas antibakteri terbesar dalam penurunan jumlah angka kuman. Ekstraksi daun lidah mertua menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Variasi konsentrasi ekstrak daun lidah mertua dalam sediaan gel hand sanitizer yang digunakan yaitu F1 (10%), F2 (15%) dan F3 (20%). Na CMC digunakan sebagai gelling agent dalam formulasi. Sediaan gel hand sanitizer daun lidah mertua diuji aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli menggunakan metode difusi sumuran, sifat fisik (organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar dan daya lekat) serta penurunan jumlah angka kuman dengan metode swabbing. Hasil uji aktivitas antibakteri gel hand sanitizer ekstrak daun lidah mertua memiliki zona hambat bakteri terhadap Escherichia coli pada F1, F2 dan F3 berturut-turut sebesar 7,33 mm, 8,67 mm dan 9,75 mm. Hasil evaluasi sifat fisik gel daun lidah mertua memenuhi kriteria gel yang baik, namun memiliki daya lekat kurang 1 detik. Hasil penurunan jumlah angka kuman gel hand sanitizer daun lidah mertua paling besar pada F3 sebesar 52%. Namun, analisa statistik dengan Anova One Way menunjukkan bahwa F1 (32%), F2 (35%) dan F3 (52%) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam penurunan jumlah angka kuman. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan gel hand sanitizer ekstrak daun lidah mertua memiliki kemampuan dalam menurunkan angka kuman dan dapat digunakan sebagai alternatif sebagai sediaan gel hand sanitizer.     Lidah Mertua leaves (Sansevieria trifasciata Prain) are known to contain polyphenols, flavonoids, and saponins which have antibacterial activity. Lidah Mertua leaves have antibacterial activity against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. This study aimed to determine the concentration of Lidah Mertua leaves extract in a gel dosage form which showed the highest antibacterial activity in decreasing germ numbers. Lidah Mertua leaves extract was prepared using the maceration method with ethanol 96%. There was a various concentration of Lidah Mertua leaves extract in gel hand sanitizer, these include F1 (10%), F2 (15%) and F3 (20%). Na CMC is used as a gelling agent in the formulation. The evaluation of the antibacterial activity of hand sanitizer gel leaves was performed against Escherichia coli using disc diffusion method, meanwhile physical properties (organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, dispersion and adhesion) and a decrease in the germ numbers were determined by swabbing method. The results of the antibacterial evaluation of gel hand sanitizer activity showed that lidah Mertua leaves extract had a bacterial inhibition zone against Escherichia coli in F1, F2 and F3 of 7.33 mm, 8.67 mm and 9.75 mm respectively. The results of the evaluation of the physical properties of the lidah mertua leaves extract showed that the gel met criteria of a good gel, but had adhesion less than 1 second. The highest activity in decreasing term number was shown in gel hand sanitizer of lidah mertua leaves extract at F3 which was 52%. However, statistical analysis using Anova One Way showed that F1 (32%), F2 (35%) and F3 (52%) did not show a significant difference in decreasing germ numbers. Based on the results of this study, it can be concluded that the  hand sanitizer gel from the extract of lidah mertua leaves has the ability to reduce the number of germs and can be used as an alternative as a gel hand sanitizer dosage form


2018 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 114-116
Author(s):  
Primadhika Al Manar

Indonesia merupakan Negara dengan keanekaragaman hayati hutan tropika terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo. Keanekaragaman hayati merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional yang bermanfaat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tanaman alang-alang (ImperatacylindricaL.) sebagaiobat (etnofarmakologi) padabeberapamasyarakatetnis yang ada di Indonesia. Pemanfaatan tumbuhan alang-alang (ImperatacylindricaL) oleh beberapa masyarakat etnis di Indonesia sangat beragam. Tumbuhan alang-alang digunakan oleh beberapa masyarakat etnis di Indonesia sebagai obat pendarahan, sakit perut, maag, batu ginjal, alergi, dan sebagainya. Pengetahuan lokal yang berbeda-beda dari masyarakat etnis di Indonesia mengenai tanaman alang-alang merupakan sebuah potensi yang besar bagi industri pembuatan obat herbal dari alang-alang. Pengetahuan lokal merupakan modal dasar bagi pembagunan berkelanjutan.   Indonesia is a country with the third largest tropical forest biodiversity in the world after Brazil and Congo. Biodiversity is the basic capital for national development that is beneficial for achieving community welfare. The aim of this study was to determine the use of alang-alang (ImperataacylindricaL) as a drug (ethnopharmacology) in several ethnic communities in Indonesia. The utilization of alang-alang (Imperata cylindricaL) by several ethnic communities in Indonesia is very diverse. Alang-alang are used by several ethnic communities in Indonesia for the treatment of bleeding, abdominal pain, ulcers, kidney stones, allergies, and so on. Different local knowledge of ethnic communities in Indonesia regarding alang-alang plants is a great potential for herbal manufacture of alang-alang. Local knowledge is the basic capital for sustainable development


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document