Investor-State Dispute Settlement (ISDS) merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan negara penerima investasi (host state) karena suatu pelanggaran terhadap Hukum Investasi Internasional. Berdasarkan data UNCTAD, alasan yang sering diajukan dalam gugatan ISDS umumnya meliputi empat hal permasalahan yakni Most Favoured Nations, National Treatment, Non Exproriation, dan Fair and Equitable Treatment. Namun pengaturan penyelesaian sengketa investasi dengan mekanisme ISDS dianggap lebih berpihak kepada pihak investor dibandingkan kepada host state karena sebagian besar IIA mengijinkan ISDS diajukan oleh investor, dan dalam prakteknya investor merupakan satu-satunya penggugat yang diizinkan. Ketidakseimbangan kedudukan para pihak dalam mekanisme ISDS memberikan pemikiran counter-claim sebagai upaya menyeimbangkan kedudukan investor dan host state dalam mekanisme ISDS. Selain itu pentingnya counter-claiim dalam mekanisme ISDS antara lain karena belum ada aturan yang seragam mengenai counter-claim, counter-claim memungkinkan responden untuk mencari keadilan di forum yang sama sehingga lebih efisien. Serta bagi host state, counter-claim dapat digunakan untuk membersihkan reputasi host state atas gugatan yang diajukan oleh investor. Penelitian ini mengkaji klausula counterclaim yang dapat diadopsi dalam BIT Indonesia sehingga dapat menyeimbangkan kedudukan para pihak dalam mekanisme ISDS, khususnya Indonesia sebagai host state. Penelitian hukum yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conseptual approach), pendekatan perundang-udangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach) dalam membahas counterclaim dalam mekanisme ISDS serta dalam menganalisa rumusan klausula counterclaim yang dapat di adopsi dalam Bilateral Investment Treaty (BIT) Indonesia.