Abuse in the electronic transaction because it is formed from an electronic process, so the object changes, the goods become electronic data and the evidence is electronic. Referring to the provisions of positive law in Indonesia, there are several laws and regulations that have set about electronic evidence as legal evidence before the court but there is still debate between the usefulness and function of the electronic evidence itself, from that background in The following problems can be formulated, How do law enforcement from investigations, prosecutions to criminal case decisions in cybercrimes and How is the use of electronic evidence in criminal case investigations in cybercrimes
This research uses normative research methods that are moving from the existence of norm conflicts between the Criminal Procedure Code and ITE Law Number 19 Year 2016 in the use of evidence. The law enforcement process of the investigator, the prosecution until the court's decision cannot run in accordance with the provisions of ITE Law Number 19 of 2016, because in interpreting the use of electronic evidence still refers to Article 184 paragraph (1) KUHAP of the Criminal Procedure Code stated that the evidence used Legitimate are: witness statements, expert statements, letters, instructions and statements of the accused so that the application of the ITE Law cannot be applied effectively
The conclusion of this research is that law enforcement using electronic evidence in cyber crime cannot stand alone because the application of the Act - ITE Law Number 19 Year 2016 still refers to the Criminal Code so that the evidence that is clear before the trial still refers to article 184 paragraph (1) KUHAP of the Criminal Procedure Code and the strength of proof of electronic evidence depends on the law enforcement agencies interpreting it because all electronic evidence is classified into in evidence in the form of objects as so there is a need for confidence from the legal apparatus in order to determine the position and truth of the electronic evidence.
Penyalahgunaan didalam transaksi elektronik tersebut karena terbentuk dari suatu proses elektronik, sehingga objeknya pun berubah, barang menjadi data elektronik dan alat buktinya pun bersifat elektronik. Mengacu pada ketentuan hukum positif di Indonesia, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengatur mengenai alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di muka pengadilan tetapi tetap masih ada perdebatan antara kegunaan dan fungsi dari alat bukti elektronik itu sendiri, dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, Bagaimana penegakkan hukum dari penyidikan, penuntutan sampai putusan perkara pidana dalam kejahatan cyber dan Bagaimanakah penggunaan bukti elektronik dalam pemeriksaan perkara pidana dalam kejahatan cyber
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yakni beranjak dari adanya konflik norma antara KUHAP dengan Undang-undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 dalam penggunaan alat bukti. Proses penegakkan hukum dari penyidik, penuntutan sampai pada putusan pengadilan tidak dapat berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ITE Nomor 19 Tahun 2016, karena dalam melakukan penafsiran terhadap penggunaan alat bukti Elektronik masih mengacu pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. sehingga penerapan Undang-undang ITE tidak dapat diterapkan secara efektiv.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penegakan hukum dengan menggunakan alat bukti elektronik dalam kejahatan cyber tidak bisa berdiri sendiri karena penerapan Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 tetap merujuk kepada KUHP sehingga alat bukti yang sah di muka persidangan tetap mengacu pada pasal 184 ayat (1) KUHAP dan Kekuatan pembuktian alat bukti elektronik tersebut tergantung dari aparat hukum dalam menafsirkannya karena semua alat bukti elektronik tersebut digolongkan ke dalam alat bukti berupa benda sebagai petunjuk sehingga diperlukan juga keyakinan dari aparat hukum agar bisa menentukan posisi dan kebenaran dari alat bukti elektronik tersebut.