AN HISTORICAL PERSPECTIVE OF NET PRESENT VALUE AND EQUIVALENT ANNUAL COST

1982 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 103-110 ◽  
Author(s):  
Thomas W. Jones ◽  
David Smith

Net present value and equivalent annual cost are two discounted cash flow criteria for comparing investment proposals. Why have accountants taken to net present value? Why do engineers readily use equivalent annual cost? This paper investigates the historical development of these principles to provide an explanation of why this is so.

2020 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
pp. 128-133
Author(s):  
Yudi Arista Yulanda ◽  
M. Taufik Toha ◽  
Fahrurrozi Syarkowi

Harga batubara acuan pada bulan Januari 2020 adalah 65.93 USD/ton turun jauh dari tahun 2018 dimana harga batubara acuan sempat mencapai 107.83 USD/ton pada bulan Agustus. Dalam upaya menaikkan ratio elektrifikasi dalam RUPTL PLN 2018-2027 PLTU Mulut Tambang mendapatkan porsi 11 persen dengan peningkatan jumlah pembangkit setiap tahun nya. Keberadaan Batubara sebagai sumber daya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui menuntut penerapan prinsip konservasi cadangan batubara untuk mengoptimalkan keuntungan dan cadangan dengan memilih Stripping Ratio yang optimum. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan Stripping Ratio Optimum yang akan memberikan keuntungan terbaik menggunakan metode discounted cash flow sehingga batas penambangan optimum (Ultimate Pit Limit) juga dapat ditentukan. Optimasi ini dilakukan dengan men-generate data variasi Stripping Ratio yang menggambarkan pit limit dan cadangan dari masing-masing stripping ratio tersebut kemudian memasukkan konsiderasi ekonomi yang di discount rate untuk mendapat angka Net Present Value (NPV) sehingga bisa dianalisis dalam kurva optimasi. Hasil penelitian adalah Stripping Ratio optimum berdasarkan kurva optimasi dengan metode Konvensional NPV skenario Spot Price adalah 4.5 dengan total cadangan 7.5jt MT dan umur tambang 8 Tahun serta NPV 21,7 juta US$.


2019 ◽  
Vol 3 (03) ◽  
Author(s):  
Aji Ahdinata ◽  
Agus Triantoro ◽  
Riswan Riswan

Dokumen studi kelayakan merupakan salah satu syarat dalam penerbitan IUP Operasi Produksi untuk memperoleh secara rinci seluruh aspek yang berkaitan penentuan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan termasuk dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. Dokumen studi kelayakan dievaluasi dari segi kelayakan ekonomis pada salah satu perusahaan yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu. Masalah yang diuraikan dalam penelitian ini yaitu evaluasi laporan studi kelayakan dari segi kelayakan ekonomi dalam proses penerbitan IUP Operasi Produksi. Laporan yang dievaluasi adalah laporan yang dilaporkan oleh PT AJE.Proses evaluasi kelayakan ekonomis tambang PT AJE melalui proses evaluasi proyek menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Discounted Cash Flow Rate of Return (DCFROR) dan Payback Period (PBP). Selain itu dilakukan pula analisis risiko menggunakan analisis sensitivitas atas perubahan dari perubahan harga jual batubara dan biaya ongkos operasi. Jumlah cadangan diambil berdasarkan data pemboran sebanyak 20 lokasi titik bor yang disampaikan PT AJE dari hasil eksplorasi lanjutan. Total cadangan terbukti adalah 1.211.644,20 ton terdiri dari 4 (empat) seam. Ditargetkan produksi batubara sebanyak  242.329 Ton/Tahun atau  20.194  Ton/Bulan, dengan SR 4 dan faktor kehilangan 10% serta umur tambang perusahaan 5 (lima) tahun. Harga jual batubara dihitung berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batubara (HPB) pada rata-rata Tahun 2016 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 999.K/30/DJB/2011adalah Rp572.686/Tonase. Total nilai pinjaman yang diajukan adalah Rp53.678.991.660, yang dipinjam tersebut akan dibayarkan selama jangka waktu 3 tahun, dan bank memberikan bunga pinjaman sebesar 13,5% per tahun.Hasil analisis kelayakan tambang menunjukkan bahwa proyek penambangan batubara ini layak dilanjutkan ke tahap operasi produksi karena memiliki nilai NPV sebesar Rp91.836.172.472 atau bernilai positif, laju pengembalian (DCFROR) sebesar 61,21 % atau lebih besar dari tingkat bunga minimum (15,6%), dan PBP selama 1,65 tahun atau dengan kata lain 3,35 tahun lebih cepat dari umur tambang.


JURNAL TEKNIK ◽  
2019 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 120-127
Author(s):  
Hari Yanto ◽  
Zainuri ◽  
Winayati

Pemilihan perumahan Nuansa Beringin di jln. Paying Sekaki ini sebagai objek penelitian karena pengembang belum melakukan analisis investasi ekonomi teknik pada pembangunan perumahan tersebut, sedangkan usaha pembangunan perumahan merupakan suatu proyek yang memerlukan biaya awal besar (arus kas keluar) dan waktu yang lama, sedangkan penghasilan baru diperoleh pada tahap penjualan (arus kas masuk) yang terjadi pada periode yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan perhitungan yang dapat memberi gambaran terhadap biaya dan manfaat pada konsep aliran dana, yang timbul akibat kondisi ketidakpastian yang dimaksud terutama ditinjau pada aspek ekonomi yang timbul pada masa yang akan datang. Hasil analisis ini tentunya bisa dipakai untuk mendapatkan keputusan yang layak dalam berinvestasi dengan mengurangi kerugian dimasa yang akan datang, baik itu kreditor atau debitor.Mengacu pada latar belakang maka penulisan tugas akhir ini membahas tentang studi kelayakan ekonomi teknik pembangunan perumahan Nuansa Beringin II sebanyak 150 unit dengan harga jual Rp 130.000.000 per unit menggunkan metode discounted cash flow (DCF) dengan indicator Net Present Value (NPV), Benefit cost Ratio (BCR), Internal Rate of Retrun (IRR) dan Break Even Point (BEP).Dari hasil analisis ekonomi teknik bahwa investasi yang dilakukan pada perumahan ini maka didapat hasil Net Present Value (NPV) bernilai positif. Untuk perhitungan Benefit cost Ratio (BCR) pada bulan ke-15 didapat nilai >1, sedangkan hasil Break Even Point (BEP) didapat pada bulan ke- 14-15 dan dari hasil perhitungan Internal Rate of Retrun (IRR) didapat 32,5221% tingkat suku bunga aman. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan landasan teori perumahan ini layak telah memenuhi indikator diatas dan layak melakukan investasi.


2011 ◽  
Vol 37 (5) ◽  
pp. 200-206
Author(s):  
Kristin Peterson ◽  
Thomas Straka

Urban trees and forests have distinct benefits and costs that can be evaluated financially. While there are appraisal methods commonly used to value individual trees and urban forests, one method that is difficult to use in practice is a discounted cash flow (DCF) analysis. This is the appraisal method that best accounts for the time value of money and allows for a temporal comparison of benefits and costs. Current timber appraisal methods are discussed for urban situations and DCF analysis is presented as a viable supplemental appraisal method for valuation of the urban trees. Simple models are presented that allow for the solution of DCF-type urban forestry valuations using conventional software valuation packages. Examples are provided of typical urban tree benefit and cost scenarios, with DCF calculations of present value (PV) and net present value using the specialized DCF formulas.


2012 ◽  
Author(s):  
Chuan Chin Wong ◽  
Farid Nasir Ani

Kajian lepas yang telah dijalankan untuk mengekstrak fenol daripada tempurung kelapa sawit menunjukkan ekstrak itu mengandungi 80.1% ketulenan dan dibuktikan dapat menggantikan fenol–petroleum untuk menghasilkan resin fenol–formaldehyde. Memandangkan harga fenol adalah lebih kurang RM 3600/ton, maka pengiraan dibuat untuk menentukan harga fenol–tempurung–kelapa–sawit. Tiga jenis kilang yang berbeza akan dikaji, iaitu 1000 ton/tahun, 10 000 ton/tahun, and 100 000 ton/tahun. Semua pengiraan dijalankan dengan menggunakan penyelaku DESIGN II. Daripada analisis ekonomi, kos bagi ketiga–tiga kilang ialah masing–masing RM 1084, RM 1008, dan RM 972 setiap ton. Untung bersih selepas cukai ialah masing–masing RM 361,530, RM 4,140,764 dan RM 43,943,092 setiap tahun. Kilang itu memerlukan 3 tahun untuk memulakannya dan boleh beroperasi selama 17 tahun dengan penyusutan 10% setahun. Tempoh bayar balik ialah 10.0, 8.4, dan 7.8 tahun termasuk 3 tahun pertama. Peratus bayar balik selepas cukai ialah masing–masing 71%, 169%, dan 426%. Kata kunci: Fenol, tempurung kelapa sawit, fenol–tempurung–kelapa–sawit, fenol–petroleum Previous work done in the extraction of phenol from oil palm shells showed that it contained up to 80.1% purity of phenolic compounds. The oil–palm–shell–based phenol is applicable to replace petroleum–based phenol in preparation of phenol formaldehyde wood adhesives. Since the average price of petroleum–based phenol is around RM 3600/ton, this work was done to estimate the cost of oil–palm–shell–based phenol. In this present research, three oil–palm–shell–based phenol manufacturing plants were investigated. Their manufacturing capacities are 1000 ton/year, 10 000 ton/year, and 100 000 ton/year. All the designs are based on the results from simulator DESIGN II. From the economic analysis, the cost of the oil–palm–shell–based phenol is RM 1084, RM 1008, and RM 972 per ton respectively. It shows that the cost of the oil–palm–shell–based phenol is reduced when the productivity is high. The net profit after taxes for these plants is RM 361,530, RM 4,140,764 and RM 43,943,092 per year respectively. The plants require 3 years for starting–up and their operating life is 17 years with a depreciation of 10% per year. For undiscounted cash flow, the pay back period is 10.0, 8.4, and 7.8 years respectively including the first 3 years. For different discount rates, values of net present value and discounted break–even point vary. The discounted cash flow rate of return is 14.0%, 20.0%, and 25.0% respectively in these plants with related net present value becomes zero. The after tax rate return obtained are 71%, 169%, and 426% respectively. Key words: Phenol, oil palm shells, oil–palm–shell–based phenol, petroleum–based pheno


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Rossy Khairinisa ◽  
I Nyoman Dita Pahang Putra ◽  
Anna Rumintang

Pada perencanaan pembangunan sebuah proyek diperlukan suatu analisis finansial yang menandakan proses investasi proyek tersebut layak dilakukan. Salah satu aspek yang paling penting dalam proses investasi adalah komposisi pembiayaan. Pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu dari pinjaman (loan) dan modal sendiri (equity). Penelitian dilakukan pada proyek pembangunan Perumahan Taman Karangbahagia di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas dari tiga komposisi pembiayaan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow untuk menghitung project valuationnya. Kemudian kelayakan investasi diukur berdasarkan indikator NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate Return), BEP (Break Even Point) dan ROI (Return on Investment). Tiga komposisi pembiayaan yang akan diteliti sesitivitasnya adalah 70% loan : 30% equity. 30% loan : 70% equity dan 50% loan : 50% equity. Hasil analisis sensitivitas komposisi menunjukan bahwa pada komposisi 30% loan : 70% equity NPV mencapai angka positif sebesar Rp.17,485,230,641.00 dan IRR 38%. Sementara pada komposisi 70% loan : 30% equity NPV negatif dan IRR mencapai nilaisebesar Rp.9,126,201,503.00 dan 2%. Pada komposisi 50% loan : 50% equity yaitu NPV mencapai nilai negatif yaitu sebesar Rp.4,179,514,569.00 dan IRR 21%. BEP terjadi setelah satu tahun sepuluh bulan dan Return on Investment menghasilkan angka 16.71% dari komposisi 30% loan : 70% loan.    


2021 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
Author(s):  
Noor Fauzi Isniarno ◽  
Ilham Rifki Nurfajar ◽  
Maulana Okta Saputra

Abstract. Indonesian tin production covers about 30% of the demand for tin commodity in the world. The high level of tin demand in the world and the limited reserves of natural resources for the commodity of tin, encourage more effective and efficient utilization. So it is necessary to do a lot of research from upstream from exploration to downstream to metallurgical processes as well as improving the technology of all elements to be more effective and efficient. In addition, research must be carried out in terms of investment and economic feasibility, so that the availability of tin commodity reserves can be carried out to improve the nation's economy. Many methods are used in modeling the projected Net Present Value (NPV) to determine its economic viability by using Discounted Cash Flow (DCF). The investment cost for tin extraction using the wet chlorination method is USD. 1,181,623 for the pre-operational phase, USD. 2,084,219 for the engineering phase and USD. 3,602,736 for investment in operational ownership and workers' wages. Investment analysis using the Discounted Cash Flow (DCF) method assuming a cost of equity of 11.37%, a risk free rate of 7.89%, 100% Equity Beta, 11.37% market return and a minimum IRR of 10. 37%. The fund invested in this tin extraction is USD. 6,868,578 in 15 years, with an NPV of USD. -18,943,455, so the Internal Rate Return (IRR) is 0.029% with a minimum IRR of 9.97Keywords: Tin, Discounted Cash Flow, InvestmentAbstrak. Produksi timah indonesia mencakup sekitar 30% dari permintaan komoditi timah di dunia. Besarnya tingkat permintaan timah di dunia ini serta keterbatasan cadangan sumberdaya alam komoditi timah, mendorong pemanfaatan harus lebih efektif dan efisien. Sehingga perlu banyak dilakukan penelitian dari hulu mulai dari ekplorasi hingga ke hilir sampai proses metalurgi serta meningkatkan teknologi dari semua unsur untuk dapat lebih efektif an efisien tersebut. Selain itu juga, harus dilakukan penelitian dalam hal investasi dan kelayakan ekonomi, sehingga ketersediaan cadangan akan komoditi timah dapat berjalan untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Banyak hal metode yang dilakukan dalam memodelkan Net Present Value (NPV) yang diproyeksikan untuk mengetahui kelayakan ekonominya dengan menggunakan Discounted Cash Flow (DCF). Biaya investasi ektraksi timah menggunakan metode klorinasi basah adalah USD. 1.181.623 untuk tahap pra operasional, USD. 2.084.219 untuk tahap engineering dan USD. 3.602.736 untuk investasi kepemilikan operasional dan upah pekerja. Analisis investasi dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dengan asumsi cost of equity sebesar 11,37%, risk free rate sebesar 7,89%, Equity Beta sebesar 100%, Market return sebesar 11,37% dan IRR minimum sebesar 10,37%. Dana yang diinvestasikan dalam ektraksi timah ini adalah USD. 6.868.578 dalam 15 tahun, dengan hasil NPV sebesar USD. -18.943.455, sehingga Internal Rate Return (IRR) sebesar 0,029% dengan IRR minimum sebesar 9,97Kata Kunci : Timah, Discounted Cash Flow, Investasi 


2012 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 5-16
Author(s):  
Katarína Belanová

In general, each project`s value is estimated using a discounted cash flow (DCF) valuation, and the opportunity with the highest value, as measured by the resultant net present value (NPV) will be selected. The problem with such NPV estimates is that they depend on projected future cash flows. If there are errors in those projections, then estimated net present values can be misleading (a forecasting risk). Basic approach to evaluating cash flow and NPV estimates involves asking “what – if” questions. Accordingly, the paper discusses some organized way s of going about a what – if analysis. Its goal in doing so is to assess the degree of forecasting risk and to identify those elements that are the most critical to the success or failure of an investment. However, as we show in examples, as well as in the practical study, though what – if analysis really allows us to obtain the certain idea of degree of forecasting risk, it does not tell us what to do about the possible errors.


1993 ◽  
Vol 24 (4) ◽  
pp. 130-133
Author(s):  
S. Paulo

The purpose of this technical note is to draw attention to the problems which are inherent in the use of certainty equivalent coefficients as an approach to incorporating risk into capital budgeting. More specifically, the certainty equivalent coefficient net present value criterion violates an important principle of cash flow determination for discounted cash flow analysis. Further, this approach precludes the use of net present value profiles which are pivotal when evaluating conflicts among mutually exclusive projects. In addition, use of certainty coefficient equivalents amounts to an acknowledgement that the concept, function and use of the cost of capital is improperly understood.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document