Politik Spasial dalam Lirik Lagu Bengawan Solo Karya Gesang dan Di Tepinya Sungai Serayu Karya Soetedja: Analisis Pascakolonial Sara Upstone
Tulisan ini membahas politik spasial Gesang dan Soetedja dalam lirik lagu “Bengawan Solo” dan “Di Tepinya Sungai Serayu”. Persoalan tersebut menarik dikemukakan karena menghadirkan konsepsi baru melalui redefinisi atas kedua objek. Tujuan penulisan ini adalah menunjukkan bentuk-bentuk place, space, dan postspace kedua lagu terhadap objek yang telah menghadirkan definisi baru atas pengetahuan. Teori yang digunakan adalah pascakolonial Sara Upstone mengenai place, space, dan postspace. Metode penelitian ini adalah mengamati aspek tekstual di dalam teks dan mengorelasikannya dengan persoalan kontekstual berdasarkan aspek-aspek teoretis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik spasial melalui kedua lirik lagu menghadirkan kebaruan informasi mengenai objek yang berbeda dengan realitas kedua sungai sebagai bentuk place. Jejak-jejak space yang ditinggalkan oleh kedua pengarang menunjukkan bahwa penciptaan lagu lebih pada kepentingan estetis dan romantik. Postspace yang dihasilkan dengan kehadiran lagu itu memberikan legitimasi atas konsepsi administratif dalam penyebutan asal sumber mata air Bengawan Solo dan hilangnya sisi mistisme yang terdapat di Sungai Serayu.Kata kunci: politik spasial; Bengawan Solo; Sungai Serayu[Spatial Politic in The Song Lyrics of “Bengawan Solo” and “Di Tepinya Sungai Serayu” : Sara Upstone’s Postcolonial Analysis] This paper discusses Gesang and Soetedja’s spatial politics in the song lyrics of “Bengawan Solo” and “Di Tepinya Sungai Serayu”. The issue is interesting to be raised because it presents a new conception through redefinition of the two objects. The purpose of this paper is to show forms of place, space, and postspace in both songs toward the object that have presented a new definition of knowledge. The theory used is Sara Upstone’s post-colonialism about place, space, and postspace. The method in this study is to observe textual aspects in the text and correlate them with contextual issues based on theoretical aspects. The results show that spatial politics through both song lyrics presents new information about objects that are different from the reality of the two rivers as a form of place. The traces of space left by the two authors through their songs show the creation of songs more in the interests of aesthetic and romantic aspects. The postspace produced by the presence of the two songs gives legitimacy to the administrative conception in the mention of the origin of the Bengawan Solo spring and the loss of the mysticism found in the Serayu River.