scholarly journals PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) JERUK PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)

2020 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 50
Author(s):  
Wini Nahraeni ◽  
Siti Masitoh ◽  
Arifah Rahayu ◽  
Latifah Awaliah

Good Agricultural Practices (GAP) merupakan panduan cara budidaya yang baik, benar, ramah lingkungan dan aman dikonsumsi. Penerapan GAP dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan maupun kesejahteraan petani. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penerapan GAP belum diterapkan secara optimal karena membutuhkan biaya yang mahal, prosedur rumit sementara keadaan sosial ekonomi petani rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen GAP yang diterapkan petani, tingkat penerapan GAP, faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan GAP dan alternatif strategi untuk menerapkan GAP. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, dengan sampel petani  sebanyak 40 orang menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling). Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif, korelasi rank spearman dan tingkat penerapan GAP menggunakan indikator Permentan No 48 Tahun 2009 dan SOP budidaya pamelo Madu Bageng Kabupaten Pati (2008) dengan uji skoring menggunakan Skala Likert 1 sampai 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan GAP jeruk pamelo di Desa Bageng berada pada kategori sedang (80%). Komponen GAP yang paling tinggi diterapkan petani adalah ketersediaan air, kesesuaian lahan, kesuburan lahan, pemberian pupuk dan perlakuan persiapan lahan. Komponen GAP dengan penerapan rendah  adalah fasilitas kebersihan, pelaksanaan pembinaan, ketersediaan formulir pengaduan, pencatatan dan pembuatan sertifikasi. Faktor internal yang berhubungan positif dengan tingkat penerapan GAP yaitu luas lahan, pendidikan dan sifat usahatani. Komponen GAP yang memiliki hubungan kuat yaitu penjarangan buah, kelengkapan alsintan dan kualifikasi tenaga kerja. Penerapan GAP jeruk pamelo dapat ditingkatkan dengan mengadakan pelatihan dan penyuluhan, perbaikan manajemen usahatani dan perbaikan teknik budidaya.Kata kunci : komponen GAP, kemiringan lahan, skoring skala likert.

2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 69
Author(s):  
Gema Iftitah Anugerah Yekti ◽  
Yasmini Suryaningsih

Tingginya ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dan pestisida kimia pada tanaman padi dapat menyebabkan terjadinya degradasi unsur hara tanah dan resistensi hama terhadap bahan kimia. Selain itu, penggunaan bahan kimia berlebihan pada padi dapat menyisakan residu pada produksi padi yang dihasilkan, sehingga berpengaruh terhadap keamanan pangan beras. Terkait hal tersebut, pemerintah mulai menggalakkan program yang terkait dengan keamanan pangan, salah satunya adalah Good Agriculture Practices (GAP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi GAP padi dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi GAP di Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo. Penentuan responden dengan metode simple random sampling sebanyak 60 responden dari dua desa, Peleyan dan Sumberkolak. Sedangkan analisa menggunakan analisa deskriptif dengan bantuan kuesioner, serta analisa regresi linear berganda untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi implementasi GAP. Hasil penelitian menunujukkan implementasi GAP padi sawah pada level sedang dengan tingkat implementasi sebesar 66,65%. Aspek GAP tertinggi pada aspek pembibitan dan penanaman, serta aspek terendah yaitu aspek konservasi dan pengolahan tanah. Sementara itu, faktor usia dan jumlah penyuluhan berpengaruh signifikan terhadap implementasi GAP padi dengan taraf α 5%.


Author(s):  
Carloyne Cherotich Manmeet Kaur

Good Agricultural Practices (GAP) is a new idea for Punjab farmers. Most vegetable growers are unaware of it and have not implemented the practices. The study aimed to establish the factors that influence the awareness of GAP among vegetable growers in Punjab, India. Consequently, 100 vegetable growers were selected by purposive sampling and simple random sampling techniques. Multiple regression was used to analyze the effect of the variables on the awareness of GAP among the vegetable growers. Results showed that education, operational land, land leased, training, and income had a significant effect on the awareness of GAP. Based on the results, emphasis on training and capacity building of vegetable growers regarding GAP is suggested as a way of increasing awareness.


2021 ◽  
Vol 883 (1) ◽  
pp. 012047
Author(s):  
M H Makaruku ◽  
A Y Wattimena ◽  
A S Mahulette ◽  
E Kembauw

Abstract This study aims to determine and analyze the GAP components that have implemented by red fruit farmers. The method used in the study was a survey method of plant cultivation. The multistage random sampling method used to taking sampling sampling. The area selected for the study area uses the land ownership startification. Each village was randomly sampled as many as 10 farmers, the total number of which was 30 sampled farmers. The results showed that the farmers in the Taniwel District had not fully implemented the GAP guidelines in the cultivation of red fruit plants which included seeding methods, maintenance and post-harvest processing. This is due to the absence of outreach or counseling from the relevant Dinas regarding the GAP guidelines for red fruit plants.


Author(s):  
Dini Rochdiani ◽  
Sulistyodewi Nur Wiyono ◽  
Kuswarini Kusno ◽  
Lies Sulistyowati ◽  
Yosini Deliana ◽  
...  

Mangosteen (Queen of Tropical Fruit) is one of the excellent commodities of Indonesia's flagship fruit export which contributes  to the country's foreign exchange and farmer's income, with the aim of exporting Hong Kong, Taiwan, China. The biggest centers of mangosteen production in Indonesia are West Java, including Tasikmalaya and Purwakarta. Because mangosteen has health benefits, the demand for mangosteen fruit is increasing (50%/year) and this makes it an opportunity to develop mangosteen agribusiness for Indonesian farmers. Many factors influence farmer decisions, especially in the application of cultivation technology, causing national mangosteen production to be unstable and of low quality. This condition causes Indonesian mangosteen to be unable to compete with other countries such as Malaysia, Thailand and Latin America. The amount of mangosteen produced by farmers for export purposes is still low. Useful cultivation techniques and technology applications are not yet fully compliant with the Standard Operating Procedures (SOP) and Good Agricultural Practices (GAP), such as the use of superior seeds, dosage methods and times of fertilization, observation and control of pests, and harvest and post-harvest treatment. this is identifying the factors that influence farmers' decision to use technology in mangosteen cultivation. The research method used was a survey of 69 mangosteen farmers selected by simple random sampling and location selected by multistage random sampling. The factor analysis was used Regression  with System Equations Model. The results of the study show that the factors that influence farmers' decision to use mangosteen cultivation technology to increase production and quality of crops are farmers' assets, namely physical assets, non-physical assets and access to farmers' access. Physical assets, namely the number of ownership of trees, rice fields, vehicles, and income outside of farming; Non-physical assets, namely the number of productive age family members, farmers' access assets, namely the length of travel time from the garden to the provincial road.


2018 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
Author(s):  
Mahyuda Mahyuda ◽  
Siti Amanah ◽  
Prabowo Tjitropranoto

            Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh sebagai sentral penghasil kopi arabika di Aceh. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah daerah guna meningkatkan produksi dan mutu kopi, salah satunya melalui adopsi budidaya kopi Good Agricultural Practices (GAP) sesuai rekomendasi P4S. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ciri inovasi dan tingkat adopsi budidaya serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi budidaya GAP kopi Arabika Gayo. Populasi pada penelitian ini sebesar 148 orang petani yang menerapkan budidaya GAP dengan sampel sebanyak 60 orang. Penentuan jumlah sampel secara acak proporsional (proportionate random sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian terhadap ciri inovasi termasuk dalam kategori tinggi. Tingkat adopsi penanaman varietas unggul dan pembuatan lubang rorak termasuk dalam kategori tinggi. Pemangkasan koker, penanaman pelindung, penggemburan tanah termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan pemupukan organik berada pada kategori sedang. Faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat adopsi adalah tingkat kemanfaatan inovasi dan kemudahan dicoba, sedangkan keuntungan relatif berpengaruh nyata. Selain itu, jumlah tanggungan keluarga dan kesesuaian berpengaruh nyata negatif. 


2021 ◽  
Vol 70 (1-2) ◽  
pp. 54-66
Author(s):  
S. H. P. Malkanthi ◽  
A.M. Thenuwara ◽  
W A R N Weerasinghe

Summary Vegetable farmers are facing a number of challenges including price fluctuations, production and marketing problems, low level of income etc. One strategy to overcome these problems is adoption of Good Agricultural Practices (GAP) in vegetable production. However, there is limited information regarding farmers’ awareness of GAP and its applications under the circumstances of farming in the country. Therefore, assessing farmers’ attitude is a timely requirement for directing farmers towards good agricultural practices. Thus, the objectives of the research were to assess the level of awareness of GAP program, relationship between socio-economic factors and awareness of GAP, farmers’ attitudes towards GAP program, factors affecting the willingness to adopt GAP program and the potentials and constraints in implementing GAP program in Galle District. A sample of 100 vegetable farmers in the district was selected through a multi-stage simple random sampling technique. Data were collected from March to July 2018, through a self-administered questionnaire survey and analyzed using descriptive statistics and chi-square test. The results revealed that the majority of vegetable farmers in the district were middle-aged males who had studied up to GCE ordinary level and they received a monthly income of 24000 LKR. Their age, gender, educational level and experience were significantly associated with the level of awareness of GAP program. However, despite their positive attitude towards GAP, most farmers were unwilling to take a risk to adopt GAP due to many issues such as lack of required inputs, capital, required field conditions, information and technical know-how. There are several potentials and also many constraints for implementing GAP in the district. Therefore, providing firstly better theoretical knowledge and then providing the main requirements will motivate more farmers to adopt GAP in their vegetable production procedures. Research studies related to application of GAP by Sri Lankan farmers are still at a lower level. This research thus will be useful for different stakeholders related to adoption of GAP in Sri Lanka.


EDIS ◽  
2017 ◽  
Vol 2017 (6) ◽  
Author(s):  
Jesscia A. Lepper ◽  
Aswathy Sreedharan ◽  
Renée Goodrich Schneider ◽  
Keith R. Schneider

Good agricultural practices (GAPs) and good handling practices (GHPs) encompass the general procedures that growers, packers and processors of fresh fruits and vegetables should follow to ensure the safety of their product. GAPs usually deal with preharvest practices (i.e., in the field), while GHPs cover postharvest practices, including packing, storage and shipping. This factsheet covers GAPs relating to packing operation sanitation. There are seven other Florida Cooperative Extension factsheets in the ‘Food Safety on the Farm’ series that focus on specific aspects of the GAPs program and how they relate to Florida crops and practices. Under the new Food Safety Modernization Act (FSMA), GAPs are a foundation of the Produce Safety Rule (PSR). Other than for round tomatoes in Florida (T-GAPs regulation), GAPs have mainly been a voluntary program. Additionally the PSR mandates all non-exempt operations to follow these new FSMA federal guidelines (6), but all exempt commodities and for those producers exporting to foreign countries, GAPs may still be required. Both the mandatory PSR and GAPs aim to reduce the foodborne illness burden associated with produce.


2014 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 56
Author(s):  
Putri Zalika Laila M.K

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Pada umumnya faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner adalah hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan tekanan darah dengan kejadian penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI periode Januari-Desember 2012. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional di bagian ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI dan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan cara pengambilan sampel yaitu simple random sampling. Dari 200 subjek penelitian, penyakit jantung yang mempunyai hipertensi sebanyak 100 dan yang tidak hipertensi sebanyak 100. Hasil analisis didapatkan jumlah pada subjek hipertensi yang terkena penyakit jantung koroner sebesar 64(64%) sedangkan pada non hipertensi yang terkena penyakit jantung koroner didapatkan sebanyak 32(32%). Rasio prevalensi didapatkan adalah 2,00 dengan interval kepercayaan 95% antara 1,450-2,758. Hasil analisis chi-squeare didapatkan nilai X2 didapatkan hasil 19,251 dan nilai p: 0,000 yang artinya ada hubungan faktor risiko antara hipertensi dengan penyakit jantung koroner dengan taraf significant sangat bermakna. Hipertensi merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner, penderita hipertensi berisiko 2 kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner.


2018 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
AKBAR SUDIRMAN

AbstrakPengaruh Latihan Beban terhadap Kemampuan Pukulan Forehand Topspin dalam Pemainan Tenismeja pada Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Luwuk.Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui. Apakah ada pengaruh latihan beban terhadap kemampuan pukulan forehand topspin dalam permainan tenismeja pada Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Luwuk.Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa putra Prodi. Pendidikan Olahraga UML yang telah lulus tenismeja dasar. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling sehingga yerpilih sebanyak 20 mahasiswa untuk diberikan latihan beban Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensial melalui program SPSS 20 pada taraf signifikan α = 0.05.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Ada pengaruh yang signifikan latihan beban terhadap kemampuan pukulan forehand topspin dalam permainan tenismeja terbukti adanya peningkatan dari nilai rata-rata 9,00 meningkat menjadi 10,75. Kesimpulan bahwa latihan beban berpengaruh terhadap kemampuan pukulan forehand topspin dalam permainan tenismeja.Kata kunci: Latihan Beban. Kemampuan Forehand Topspin


2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 51-56
Author(s):  
RIANI PRADARA JATI ◽  
Sekar Farah Nabila

  Penempatan peran yang baik bagi Family Caregiver sangatlah membantu lansia dalam meningkatkah qualitas hidupnya, meningkatkan motivasi dalam menjalankan hidup Penelitian ini bertujuan Mengetahui hubungan peran Family Caregiver dalam pemenuhan qualitas hidup bagi lansia di Kelurahan Langenharjo Kabupaten Kendal. DesainPenelitianDeskriptifKorelasional menggunakan pendekatan Krosectional,tehnikSamplingStratified Simple Random Sampling dengan karakteristik heterogen, dari populasi mempunyai hak yang sama untuk diseleksi sebagai sampel teknik undianPengambilan data dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji statistik Chi-square, dengan taraf signifikasi 5%jumlah sampel pada penelitian ini 70 sampel pada Family Caregiver dari 213 populasi yang ada. Hasil penelitian dari 70 responden didapatkan Peran Family Caregiver tidak baik dengan qualitas hidup tidak baik 33 (47,1%), sedangkan Peran Family Caregiver kurang baik dengan qualitas hidup lansia baik 3 (4,3%). Untuk distribusi Peran Family Caregiver kurang baik dengan qualitas hidup lansia tidak baik sebanyak 6 responden (8,6%) sedangkan untuk distribusi Peran Family Caregiver kurang baik dengan qualitas hidup lansia baik sebanyak 23 responden (32,9%). Terakhir, untuk distribusi Peran Family Caregiver baik dengan qualitas hidup lansia tidak baik didapatkan hasil 2 responden (2, 9%) sedangkan untuk distribusi Peran Family Caregiver baik dengan qualitas hidup lansia baik didapatkan hasil 3 responden (4,3%)Menunjukkan nilai ρ value 0,001 (ρ < 0,05) berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam keikutsertaan posyandu lansia. Disarankan kepada semua Family Cregiver lansia untuk mampu memahami pentingnya perhatian, dukungan bagi lansia dalammeningkatkan qualitas hidup yang lebih baik bagi lansia.   Kata kunci : Peran family caregiver, qualitas hidup, lansia.   ABSTRACT Placement of a good role for Family Caregiver is very helpful for the elderly to improve their quality of life, increase motivation in living life Research Objective: To know the relationship between the role of Family Caregiver in fulfilling quality of life for the elderly in Langenharjo Village, Kendal Regency. Descriptive Correlational Research Design uses a cross sectional approach, Sampling Stratified Simple Random Sampling technique with heterogeneous characteristics, from the population has the same right to be selected as a sample lottery technique Retrieving data using a questionnaire that has been tested for validity and reliability. Test Chi-square statistics, with a significance level of 5% the number of samples in this study 70 samples on the Family Caregiver from 213 populations. Results of the Study Of 70 respondents found the role of Family Caregiver was not good with poor quality of life 33 (47.1%) , while the role of the Family Caregiver is not good with the quality of life of a good elderly 3 (4.3%). For the distribution of the role of Family Caregiver is not good with the quality of life of the poor family as many as 6 respondents (8.6%) while for the distribution of the Role of Family Caregiver is not good with the quality of life of good elderly as many as 23 respondents (32.9%). Finally, the distribution of the Role of Family Caregiver with good quality of life for the poor is obtained by 2 respondents (2, 9%), while the distribution of the Role of Family Caregiver with good quality of life for the elderly is obtained by 3 respondents (4.3%). 0.001 (ρ <0.05) means that there is a relationship between family support and the compliance of the elderly in the participation of the elderly posyandu. It is recommended to all elderly Cregiver families to be able to understand the importance of attention, support for the elderly in improving the quality of life better for the elderly   Keywords: Role of Family Caregiver, Quality of Life, Elderly


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document