Jurnal Agroforestri Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

29
(FIVE YEARS 23)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By "Research, Development And Innovation Agency, Ministry Of Environment And Forestry"

2655-9595

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 123-133
Author(s):  
Riskyia Amalia Muhyidin ◽  
Suhardjadinata Suhardjadinata ◽  
Yanto Yulianto ◽  
Aditya Hani

Kopi dapat diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan stek. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan stek kopi adalah penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan jenis media tanam tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh dan jenis media tanam yang memberikan pertumbuhan terbaik pada bibit stek kopi Arabika (Coffea arabica L.). Penelitian dilakukan di persemaian Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry di Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2019. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua factor. Faktor utama yaitu media tanam: cocopeat, arang sekam, tanah, faktor kedua yaitu konsentrasi zat pengatur auksin berbahan aktif (berbahan aktif: asetik naftalen dan naftalen asetik amid): 0 ppm, 1.000 ppm, 2.000 ppm, 3.000 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan media tanam dan pemberian zat pengatur tumbuh hanya memberikan perbedaan yang nyata pada parameter jumlah akar sekunder. Faktor tunggal media tanah menghasilkan perbedaan yang nyata pada parameter persentase stek berakar, berat kering akar, dan prosentase stek yang hidup. Berdasar hasil penelitian tersebut maka penggunaan jenis media tanam tanah menghasilkan persentase stek tumbuh yang terbaik dibandingkan media tanam yang lain. Kata Kunci : Stek kopi Arabika, media tanam, zat pengatur tumbuh.


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 77-88
Author(s):  
Wuri Handayani ◽  
Aji Winara

Lahan gambut sangat rentan terhadap perubahan fungsi lahan. Pemanfaatan lahan gambut yang ditemukan (Beberapa kondisi tutupan lahan gambut) saat ini diantaranya lahan budidaya pertanian, perkebunan, semak belukar dan hutan sekunder. Kehadiran makrofauna tanah sebagai perekayasa ekosistem tanah dapat digunakan sebagai salah satu bioindikator kesuburan lahan gambut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman makrofauna tanah pada beberapa pola penggunaan lahan gambut di kawasan budidaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2017 di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik monolit dengan analisis data secara deskriptif menggunakan pendekatan indeks keanekaragaman jenis alpha dan beta. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman dan keyaaan jenis makrofauna pada lahan gambut tergolong kategori sedang dan rendah, dengan keanekaragaman tertinggi dijumpai pada pola hutan sekunder (H’= 2,09) dan terendah pada kebun sawit (H’= 0,73), sedangkan kekayaan jenis tertinggi dijumpai pada hutan sekunder (R’ = 4,01) dan terendah pada kebun sawit (R’= 1,42). Kepadatan dan kelimpahan populasi tertinggi adalah ordo Isoptera dan Opisthopora, sedangkan yang terendah adalah Dermaptera. Beberapa kelompok makrofauna yang dijadikan bioindikator kesuburan lahan dijumpai pada semua pola penggunaan lahan dengan kelimpahan populasi terbesar berasal dari ordo Isoptera dan Opisthopora . Kondisi suhu dan keasaman tanah berpengaruh terhadap kepadatan populasi makrofauna tanah. Kehadiran vegetasi yang beragam dan memiliki kanopi yang cukup dapat mempengaruhi kondisi lingkungan dan keberagaman makrofauna tanah. Berdasarkan keanekaragaman makrofauna tanah, maka budidaya dengan pola agroforestri lebih disarankan pada lahan gambut. Kata kunci: Fauna tanah, gambut, kesuburan tahan


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 67-75
Author(s):  
Levina A.G. Pieter ◽  
Marcellinus M.B. Utomo

Perhatian terhadap pengembangan madu Sumbawa hingga ke tingkat perdesaan masih tergolong kurang. Padahal potensi ekonomi dari madu Sumbawa sebenarnya mampu dirasakan hingga ke tingkat pelosok desa. Hingga saat ini, kebijakan daerah yang difokuskan untuk pengembangan usaha madu hutan dan peningkatan kualitasnya masih belum diinisiasi. Oleh karenanya penelitian ini ditujukan untuk memetaan isu-isu teknis, sosial, dan tata kelola dalam upaya meningkatkan manfaat ekonomi madu bagi perekonomian daerah dan menguji kadar air madu hutan Sumbawa dan membandingkannya dengan standar kadar air madu hutan yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Sebagai hasil akhirnya, penelitian ini merekomendasikan kebijakan daerah yang diperlukan untuk menjawab isu yang diangkat. Melalui eksplorasi lapangan dan wawancara semi terstruktur terhadap 30 responden, isu-isu teknis, sosial, dan tata kelola madu Sumbawa dapat dipetakan. Melalui pengujian 15 sampel madu hutan yang dipanen dari 3 kabupaten di Pulau Sumbawa, hanya terdapat 7 sampel yang mempunyai kadar air kurang dari 22% atau memenuhi standar madu SNI. Oleh karena itu, kadar air madu hutan Sumbawa perlu diturunkan sehingga memenuhi standar madu SNI dan agar pangsa pasarnya meningkat. Kami menyimpulkan bahwa pemerintah daerah perlu secara proaktif turun ke lapangan dengan piranti kebijakannya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas madu yang dapat dipasarkan. Penelitian ini merekomendasikan adanya paket kebijakan yang memungkinkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten berperan aktif dalam simpul penurunan kadar air dan simpul jual-beli madu hutan. Kata kunci: kebijakan, madu hutan, Sumbawa, kadar air, manfaat ekonomi


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 89-97
Author(s):  
Budiman Achmad ◽  
Dian Diniyati
Keyword(s):  

Belum tersedianya alat penduga volume pohon berdiri menyebabkan pengelolaaan hutan rakyat cenderung merugikan pihak petani. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan alat bantu praktis penduga volume pohon jati pada transaksi kayu secara berkeadilan. Penelitian ini menggunakan sampel berupa tegakan jati unggul nusantara (JUN) di Desa Lemahbang, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan Jawa Timur sebanyak 74 pohon yang mewakili kelas diameter terkecil hingga terbesar. Pengumpulan data menggunakan metode destruktif dengan menebang dan memotong batang pohon menjadi sortimen paling panjang 2 m. Volume total pohon diperoleh dengan menjumlahkan seluruh sortimen hingga diameter terkecil 7 cm. Data dianalisis menggunakan regresi linier V = a + b*DBH dan non-linear V = a*DBHb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pita volume pohon jati lebih baik dibangun menggunakan model non-linear V = 0,0000776 DBH2,613 dengan r = 0,94. Pita volume pohon jati ini bisa meminimalisir perbedaan penaksiran volume pohon antara petani dan tengkulak. Selain itu, pita volume ini juga bisa menekan kerusakan tanaman lainnya, meminimalisir kehilangan biodiversitas tanaman, dan menjaga mutu lingkungan karena penjualan pohon akan cenderung secara selektif, bukan tebang habis. Hal yang juga penting adalah perlunya dukungan pemerintah dalam menyediakan aturan penerapatannya untuk alat transaksi perdagangan di lapangan. Kata kunci : Berkeadilan, berkelanjutan, hutan jati rakyat pita volume


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 99-109
Author(s):  
Dian Diniyati ◽  
Budiman Achmad

Salah satu usaha masyarakat di dalam kawasan hutan RPH Kanar Luk adalah menambang batu pasir di Sungai Bangkong sehingga berpotensi mengancam kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu kebijakan pemasangan portal diberlakukan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dampak dipasangnya portal terhadap kondisi sosial ekonomi stakeholder serta lingkungannya. Penelitian dilakukan bulan Agustus 2015 dan Juli 2019 di Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Kanar Luk wilayah KPH Puncak Ngengas Batulanteh. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap 29 orang masyarakat, 2 orang petugas RPH, 2 orang pemilik warung, 1 orang supir dan 1 orang petugas KPH, serta melalui FGD dan observasi. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dipasangnya portal, penggalian batu pasir tidak dilakukan lagi tetapi masyarakat lebih fokus merawat tanaman pertaniannya. Ternak tidak dilepas secara liar lagi sehingga tidak menimbulkan konflik. Pergerakan masyarakat yang memasuki kawasan menjadi terbatas, keamanan kawasan lebih terjaga sehingga kenyamanan masyarakat di dalam kawasan meningkat. Kondisi air sungai semakin normal karena sudah tidak ada lagi banjir yang merendam Kampung Bronjong. Tidak dipungkiri keberadaan portal memang dapat mengurangi pendapatan masyarakat, oleh karena itu perlu upaya serius menumbuhkan budaya berusaha pada masyarakat, diantaranya bisnis pengolahan jambu mente dan budidaya lebah madu, karena kedua jenis bahan baku tersebut di sekitar lokasi penelitian melimpah. Kata Kunci: masyarakat, tambang, batu, pasir, portal, aktivitas


2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 111-122
Author(s):  
Idin Saepudin Ruhimat
Keyword(s):  

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengambilan keputusan petani dalam pemilihan jenis tanaman bawah pada kebun campuran berbasis sengon. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan pendekatan teori real-life choice Gladwin. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, ada tiga belas jenis tanaman bawah utama penyusun kebun campuran berbasis sengon, yaitu: kopi, kakao, cengkeh, kelapa, petai, pala, lada, karet, dukuh, pisitan, rambutan, sirsak dan jambu biji, serta tujuh jenis tanaman bawah sekunder, yaitu: kapulaga, cabe rawit, pisang, jahe, kunyit, singkong dan lengkuas. Kedua, tanaman bawah yang dipilih petani berdasarkan lima aspek pengambilan keputusan adalah pala dan lada untuk tanaman bawah utama, serta kapulaga dan jahe untuk tanaman bawah sekunder. Oleh karena itu, tanaman bawah yang perlu mendapat prioritas untuk dibudidayakan dalam pengembangan kebun campuran di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap adalah pala, lada, kapulaga dan atau jahe. Pemerintah pusat dan daerah perlu memfasilitasi pengembangan kebun campuran tersebut. Kata kunci: pengambilan keputusan, pemilihan jenis, kebun campuran


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 29-43
Author(s):  
Aji Winara ◽  
Endah Suhaendah

Sengon (Falcataria moluccana) is a superior commodity of private forests in Java island. However, its management faces a gall rust attack. In addition, another challenge is the presence of weed disturbance which can reduce plant growth productivity. This study aims to measure the diversity and utilization of weed species in the agroforestry and sengon monoculture demonstration plots. The research method used was the method of vegetation analysis of understorey and interviews. Data analysis was performed descriptively using the importance species index, species diversity index and species similarity index.The results showed that both cropping patterns produced the same level of diversity and species richness despite differences in species density and presence. A total of 29 species of weeds were found in the agroforestry pattern and 27 types in the monoculture pattern.. Weed species diversity in agroforestry and monoculture patterns is classified as moderate with Shannon-Wienner species diversity index (H ') values of 2.47 and 2.66 respectively. Likewise, the level of species richness both pattern is classified as moderate with Margalef Richness Index (R’) value of 3.89 in monoculture and 4.23 in agroforestry. The level of species similarity between the two cropping pattern according to the Bray-Curtis Index is 0.66. The density of weeds in the monoculture pattern is higher (66.00 individuals / m2) than the agroforestry pattern (62.25 individuals / m2). Most of the weeds (67.65%) are used by people around the forest as animal feed (18 species), foodstuffs (4 species) and traditional medicine (4 species). The many species of weeds that can be utilized by the community shows that sengon forests can support food security, so that the weed control techniques recommended are manual techniques with simple tools and spatial management with F. moluccana plants.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 45-54
Author(s):  
Marcellinus M.B Utomo

The dynamics in forest management in general as well as in agroforestry are always associated with ecological and social changes. For more than 30 years, the common pattern of community forests especially in West Java applies a complex agroforestry pattern. Currently, one of the most popular trees is albizia (Falcataria moluccana). However, in the past years, gall rust attack becomes a serious problem for the farmers. By borrowing a resilience system approach, this paper describes how a complex agroforestry resilience system with albizia as the primary stand is working in relation to providing sustainable livelihoods so far for the complex agroforestry farmers with all the dynamics especially in the last 10-20 years particularly related to gall rust attack. By selecting a research site in the village of Kalijaya, Ciamis District, West Java Province, this paper aims to understand how the resilience system works in this landscape. The understanding will be a baseline propose some recommendations for the landscape of the villages of Kalijaya specifically and the same type community forests in West Java in general in order to make agroforestry landscapes remain capable or even improving the farmer livelihood by anticipating various threats that may occur in the future by taking into consideration the role that can be undertaken by agroforestry-related parties.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 19-28
Author(s):  
Dian Diniyati ◽  
Budiman Achmad

Farming is the main livelihood of farmers in Sumbawa which is culturally heritated in their live. The purpose of this study is to describe the culture of farming carried out by farmers so that the development policy making can be more directed. This activity was carried out in the Sumbawa Batulanteh KPHP area in August and October 2016. Data were collected through open interviews with 34 respondents living in the area and 34 respondents living outside the area, while the collected data was analyzed descriptively. The total area of arable land by farmers living in the area was 1 hectare per head of household (hh), while those living outside the area were 1.75 hectare / hh. The results of the study showed that farming activities were carried out on arable land and on private land. The longest distance of arable land to the location of residence was 3 km. Agroforestry patterns were chosen by farmers to meet economic and environmental goals. Farmers were not only trying to meet their daily consumption needs, but also their investment needs. Farming activities were influenced by the season, where during the rainy season the activities were planting, whereas during the dry season the activities were only in the form of land preparation. Farmer culture in clearing land was by chopping and burning because it was cheaper and easier, while at harvest time, the waste was returned to the field as compost to fertilize the soil.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 55-66
Author(s):  
Sanudin Sanudin

Global awareness of the energy crisis and the environmental impacts related to fossil fuels have driven the use of alternative energy sources such as biofuels. Nyamplung is one type of plant suitable for biofuel production. This study aims to determine perception and attitude community towards the development of nyamplung. The study was conducted in April - July 2018 in Patutrejo Village, Purworejo District, Central Java. Data collection was carried out by interviewing the community involved in the Self-Sufficient Village program in 2009, namely farmers, extension workers, officials in the Forestry Service Branch and officials in Perum Perhutani. The data obtained were tabulated and analyzed using a Likert Scale. The results showed that perceptions and attitudes of the community towards the development of nyamplung are as follows: First, nyamplung is suitable to be developed for environmental functions, namely as a windbreak, which protects agricultural land near the sea to remain productive; Second, nyamplung is not profitable to be developed for biofuel business because the price of nyamplung seeds is low and the processing of nyamplung seeds requires a modern machine; and Third, the development of nyamplung for biofuels does not have the support of the community. They are not willing to plant nyamplung on their own land, are not interested in processing nyamplung seeds for biofuel and are not interested in collecting and selling nyamplung seeds.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document