Fomasi litologi akuifer batugamping mempunyai karakteristik media aliran berupa celah, rekahan, dan lorong pelarutan, sehingga memiliki potensi mengalirkan airtanah dengan kecepatan tinggi. Produktivitas yang tinggi ini mengakibatkan sumber pencemar di permukaan dapat dengan cepat meresap ke sistem akuifer dan bercampur dengan airtanah; kondisi inilah yang memicu kerentanan tinggi. Salah satu langkah pengelolaan airtanah pesisir adalah penentuan zona kerentanan airtanah terhadap pencemaran. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerentanan airtanah pesisir terhadap pencemaran di formasi batugamping menggunakan metode COP dengan pendekatan intrinsik dan metode EPIK dengan pendekatan perkembangan karst. Hasil penilaian menggunakan kedua metode tersebut menunjukkan tingkat kerentanan rendah hingga sangat tinggi. Pemetaan metode COP menghasilkan dua kelas kerentanan: rendah (95% dari luas wilayah) dan sedang (4%), sedangkan metode EPIK menghasilkan zona indeks kerentanan yang lebih panjang dengan empat kelas kerentanan, yaitu rendah (1,23%), sedang (17,82%), tinggi (17,82%), dan sangat tinggi (21,65%). Dibandingkan dengan COP, EPIK menghasilkan kelas kerentanan yang lebih tinggi karena pengaruh koefisien pembobot pada formula penghitungannya. Hasil penilaian kerentanan divalidasi dengan indikator limbah domestik berupa senyawa nitrat (NO3). Uji laboratorium menunjukkan kandungan nitrat (NO3) airtanah yang bervariasi dari 0,12 mg/l (terendah) hingga 9,80 mg/l (tertinggi). Variasi ini masih berada di bawah baku mutu air minum tetapi di atas baku mutu air limbah domestik atau melebihi kadar nitrat di alam. Berdasarkan hasil validasi, zona kerentanan berkorelasi dengan kandungan nitrat (NO3). Pada zona kerentanan yang tinggi, ditemukan kadar nitrat yang tinggi pula.ABSTRACTA limestone aquifer is lithologically characterized by three flow media: fissures, fractures, and dissolution channels, thus creating the potential to drain groundwater at a high rate. This high productivity, however, means that the groundwater is highly vulnerable to pollution. If a pollutant source is present on the surface, it can quickly seep into and mix with the subsurface system. Among the widely proposed management strategies is groundwater vulnerability zoning. This study was intended to determine the degrees of coastal groundwater vulnerability to pollution in a limestone formation with two methods: COP intrinsic vulnerability) and EPIK (karst development-based vulnerability). The assessment results showed that the vulnerability produced with both methods varied from low to very high. In the mapping, COP produced two levels: low (95% of the total area) and medium (4%), while EPIK generated a longer vulnerability index zone with four levels: low (1.23%), medium (17.82%), high (17.82%), and very high (21.65%). Compared to COP, EPIK results in a higher vulnerability class due to the weighting values in its vulnerability assessment. The results were validated with a domestic waste indicator: the presence of nitrate (NO3). Laboratory tests showed NO3 concentrations in the range 0.12 of 9.80 mg/l. These figures are still below the quality standard for drinking water but above that of domestic wastes or exceeding the maximum NO3 content found in nature. The validation revealed that the vulnerability zone is correlated with NO3 levels: the higher the vulnerability class of the zone, the higher the nitrate content.